Jumat, 22 Februari 2013

KONDISI PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAK KONSTITUSI “HAK HIDUP” DI NEGARA INDONESIA



Setiap manusia dilahirkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan kehendaknya masing-masing. Lahirnya konsep negara berdasarkan usia terbilang baru karena konsep negara lahir dari hasil karya idelisme manusia yang berkembang dari jaman primitif dan mendapatkan bentuk kesempurnaannya dalam alam pikiran filsuf-filsuf yunani seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles pada jaman feodalisme sehingga usia hak untuk hidup yang melekat pada diri setiap manusia sangat tua. Walaupun demikian penghargaan terhadap hak untuk hidup masih sanggat memprihatinkan, para filsuf diatas sangat merasakan dampak itu karena idealisme brilian itu mengakhiri hak untuk hidup mereka diujung tiang gantung, kelaparan, dan ditempat pengasingan (pembuangan) oleh penguasa pada masa itu.
Situasi yang sama masih terus terjadi sampai sekarang, lahirnya beberapa prodak hukum ditingkat internasional dalam bentuk Deklarasi Internasional, dan Kovenan Internasional secara materi formil telah mencantumkan perlindungan terhadap HAM terlebih khususnya hak untuk hidup, namun implementasinya tidak mampu menjamin hak untuk hidup manusia secara maksimal.
Indonesia adalah salah satu negara anggota PBB dan telah meratifikasi Deklarasi dan Kovenan seperti tercermin dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang SIPOL, dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang EKOSOB.
Jauh sebelum lahirnya beberapa prodak Undang-Undang dan bahkan sebelum lahirnya prodak hukum internasional diatas, UUD 1945 yang lahir beberapa hari setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara materil telah memperlihatkan adanya perlindungan terhadap Hak Untuk Hidup namun menjurus pada kesetaraan antara sesama manusia dalam hal memperoleh pekerjaan dan upah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selayaknya manusia normal, seperti yang tersirat pada pasal 27 ayat 2 : tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.[1]
Era reformasi memberikan ruang bagi penyempurnaan UUD 1945 sebanyak IV kali proses amandemen terhadap Lex Generali Indonesia sehingga secara materil perlindungan terhadap hak hidup telah mendapat tempat luas, dan detail termuat dalam Bab XA Tentang Hak Asasi Manusia, dan dalam pasal 28 A – J dengan demikian penghargaan terhadap Hak Hidup menjadi suatu Hak Konstitusi di Negara Indonesia yang wajib dihargai oleh siapapun dan istitusi manapun (termasuk negara). Selama 19 Tahun sejak reformasi 1998 faktanya banyak kasus pelanggaran terhadap hak konstitusi warga negara yang terjadi, lahirnya beberapa Undang Undang diatas sebagai aturan pelaksana UUD 1945 juga tidak mampu membendung kasus pelanggaran itu.
Secara umum uraian pelanggaran terhadap Hak Konstitusi khususnya Hak Hidup dinegara indonesia sangat banyak karena jumlah korbannya mencapai ribuan bahkan jutaan ribu jiwa, berdasarkan sejarah pemerintahan-nya tergolong kedalam beberapa fase, Fase Pertama yaitu pelanggaran terhadap Hak Konstitusi pada masa Orde Lama, dan Orde Baru, dan Fase Kedua yaitu pelanggaran Hak Konstitusi pada masa Reformasi. Para pelakunya juga terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu; pertama Aparat Keamanan, dan kedua Masyarakat Sipil melalui media konflik horisontal, dan konflik vertikal, serta tindakan kekerasan yang dilakukan perorangan (keamanan/rakyat).
Pelanggaran terhadap hak konstitusi banyak dilakukan oleh aparat keamanan karena  setiap resim selalu mengedepankan tindakan represif dengan pendekatan militeristik seperti korban kasus Pemusnahan PKI, Talang Sari, Tanjung Priok, Semanggi I dan II, Penembakan Misterus (Petrus), Mati Misterus (Matius), Penerapan Satus Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dan Papua, Sengketa Lahan antara Negara dan Rakyat, dan lain sebagainya yang masih terjadi sampai sekarang sehingga menciptakan citra buruk bagi aparat keamanan di negara indonesia yang adalah pelindung masyarakat indonesia berubah menjadi Aparat Keamanan Pembunuh Rakyat Indonesia yang komprador. Pelanggaran hak konstitusi yang dilakukan oleh Masyarakat Sipil terlihat dalam beberapa kasus seperti Konflik Cina dan Jawa, Madura, Poso, Ambon, Pilkada, Sengketa Lahan antar warga, Tawuran Pelajar/Mahasiswa, dan lain sebagainya.


Berdasarkan pengelompokan, dan latarbelakang pelaku secara otomatis akan membedakan lembaga peradilan yang berwenang mengadilinya, apabila pelakunya adalah masyarakat sipil dan polisi maka proses peradilannya di pengadilan Negeri, sedangkan apabila pelakunya adalah Aparat Keamanan (Militer) maka proses peradilannya di Pengadilan Militer. Terkait kepolisian dan beberapa lembaga penegak hukum lainnya juga memiliki Dewan Kehormatan sehingga apabila dilakukan oleh penegak hukum (Hakim, Jaksa, dan Polisi) maka langsung akan ditangani oleh Dewan Kehormatan, sehingga para pelaku pelanggaran Hak Hidup oleh penegak hukum terkadang dilindungi karena setiap keputusan Dewan Kehormatan terkesan menjurus pada perlindungan korps-nya masing-masing, hal itu mungkin disebabkan karena ketentuannya dibuat dan disahkan oleh lembaga penegak hukum itu sendiri tanpa melibatkan pihak lain.
Para pelaku pelanggaran Hak Konstitusi dari masyarakat sipil sudah banyak yang diadili di Pengadilan Negeri dan dijebloskan ke Lembaga Permasyarakatan (LP) sebagai ganjarannya seperti Para pelaku tindak pidana kriminal (pembunuhan), bahkan adapula yang telah dihukum mati seperti Amrosi Cs, Tibo Cs, Dr Ashari, Nurdin M Top, dan lain-lain. Namun yang masih menimbulkan pertanyaan adalah mengapa para pelaku pelanggaran Hak Konstitusi oleh Aparat Keamanan tidak mendapatkan hal yang sama, padahal kategori perbuatannya sama yaitu melakukan pembunuhan atau pencabutan hak konstitusi dari seseorang yang adalah pemilik sah atas hak itu yang keberadaannya tidak dapat diganggugugat atau bahkan dicabut oleh negara sekalipun. Berdasarkan hasil keputusan yang sering dikeluarkan oleh Pengadilan Militer dan Dewan Kehormatan Penegak Hukum (Polisi) tercatat lebih melindungi nama baik korpsnya tanpa melihat secara objektif perbuatan yang dilakukan oleh anggotanya sehingga terkesan adanya pemeliharaan terhadap pelaku pelanggaran Hak Konstitusi yang dilakukan oleh Aparat Negara, sampai saat ini para pelaku pelanggaran Hak Konstitusi bebas melakukan aktifitasnya seakan tidak memiliki kesalahan apapuan, sebagai contohnya adalah Jenderal Besar Soeharto, Alm yang sampai diliang lahap sekalipun tidak pernah dihukum sesuai dengan perbuatannya, beberapa jenderal besar yang sekarang dilihat sebagai tokoh-tokoh nasional indonesia, dan lain sebagainya.
Latar belakang lahirnya pengadilan HAM dan Komas HAM beserta perangkat hukum pendukungnya sebenarnya hanya untuk melindungi para pelaku pelanggaran HAM Berat agar tidak diadili oleh Lembaga Peradilan ditinggkat Internasional, sebab jika sampai kesana maka secara objektif akan terbukti perbuatannya dan akan diketahui bahwa para pelaku pelanggaran Hak Konstitusi di Negara Indonesia adalah petingi-petingi Negara Indonesia itu sendiri sehingga dengan pertimbangan menjaga pamor negara Indonesia dimata Internasional maka dibentuklah Pengadilan HAM dan KOMNAS HAM.
Sejak berdirinya kedua lembaga itu apakah sudah mampu melindungi Hak Konstitusi setiap masyarakat indonesia atau bahkan mengurangi kasus pelanggaran terhadap Hak Konstitusi ?, sekalipun pada era reformasi yang terkesan baik dan terbuka karena asas keterbukaan yang dipraktekan pada segala bidang dan istitusi sehingga ruang-ruang demokrasi terbuka lebar, penghargaan terhadap HAM dijunjung tinggi, dan meletakkan hukum sebagai jenderal dalam rutinitasnya juga masih terlihat banyak sekali kasus pelanggaran Hak Konstitusi yang terjadi. Disamping itu penegakkan HAM oleh lembaga Peradilan HAM dan KOMNAS HAM masih terhambat oleh sistim hukum dan kepentingan Politik Partai dinegara  ini, perhatikan berkas-berkas Acara Kasus Pelanggaran HAM Berat yang sampai saat ini masih berada ditanggan DPR-RI seakan legislatif memiliki peran ganda dimana sebagai legislator, dan dalam kasus Pelanggaran HAM Berat bertindak sebagai Penyidik.
Kondisi umum penegakkan Hak Konstitusi dinegara indonesia masih sanggat memprihatinkan, walaupun telah banyak aturan hukum dan lembaga hukum pendukungnya dibentuk dimana-mana dan disetiap bidang serta dilengkapi dengan tenaga profesional yang kualitasnya sangat baik. Jika demikian kenyataannya maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran aturan hukum dan lembaga pendukungnya hanya untuk merugikan dana negara yang adalah milik rakyat indonesia, sedangkan tenaga profesionalnya terbukti berkarakter intelektual tukang yang tidak bertaring sehingga keberadaannya juga hanya untuk mengeruk dana rakyat secara sistematis karena tidak mampu melindungi Hak Konstitusi (hak hidup) setiap warga negara Indonesia yang telah dijamin dalam UUD 1945.
Secara pribadi saya sanggat sependapat dengan pendapat Artejo Alkostra bahwa Negara Ini Tanpa Hukum, dan pendapat Mahfud, MD bahwa Hukum adalah Prodak Politik. Kedua pandangan itu secara detail menunjukan kondisi hukum dan penegakkannya dinegara indonesia, sehingga untuk melindungi Hak Konstitusi warga negara yang dikebiri oleh Aparat Keamanan dan demi penegakkan hukum dan HAM di negara indonesia, serta menciptakan iklim penghargaan terhadap HAM dan Hak Kostitusi maka khusus bagi kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat sebaiknya diadili diluar negeri dengan mengunakan perangkat hukum internasional.

Pekerja Hukum Pribumi Papua
“Kritikkanmu adalah Pelitaku”


[1] UUD 1945 sebelum Amandemen

API NASIONALISME PAPUA DAN PEMBUNUHAN KARAKTER ORANG PAPUA



Reformasi membawah angin segar bagi persoalan Hak Asasi Manusia di Tanah Papua sehingga sejak tumbangnya Rezim Diktator Soeharto (Orde Baru) mulai terlihat dan terdengan suara-suara Merdeka oleh Orang Papua dengan jelas dan lantang, seperti lahirnya Pemimpin Besar Bangsa Papua Theis H Eluway yang dibunuh oleh KOPASUS pada tanggal 11 November 2001 dihari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia.
Disamping itu massa reformasi juga mengantarkan sekian tokoh-tokoh papua yang sebelumnya dibayangi kabut hitam militerisme Indonesia ke tempat yang lebih terang dapat dilihat oleh seluruh dunia seperti; OPM Sayang Militer (Kelik Kwalik yang mati dibunuh, Tadius M Yogi, Matias Wenda, Goliat Tabuni, Bernat Mawen, dll), para Tokoh Politik Papua  (TH. Al Hamid, Tom Beanal, Filip Karma, Forkorus Yambaisembut, Benny Giay, Socrates S Nyoman, Benny Wenda, Jhon Rumbiak, dan lain sebagainya). Tidak ketinggalan dibarisana itu lahir pula kaum muda pejuang papua yang senantisa menyalakan api perjuanagan dijalan-jalan raya di Tanah Jawa, Sulawesi, Bali, dan diseluruh Tanah Papua. Dengan melihat kondisi itu sehingga dapat dikatakan bahwa dampak reformasi benar-benar berarti bagi berkobarnya Api Nasionalisme Papua dalam jiwa seluruh anak-anak mama papua.
Ditengah kondisi Api Nasionalisme Papua yang membara dalam jiwa anak-anak mama papua itu, kolonial/penjajah Indonesia benar-benar mencari cara untuk memadamkan Api Nasionalisme Papua dengan mengunakan berbagai cara. Cara yang digunakan kolonial Indonesia sangat berfariasi seperti diberlakukannya UU 21 Tahun 2001 Tentang OTSUS yang gagal, UP4B yang masih ditolak oleh seluruh rakyat papua, teknik selanjutnya dipakai adalah tindakan yang tidak terlepas dengan aktifitas dan keinginan separu masyarakat disana seperti dengan memberikan PEMEKARAN WILAYAH PROPINSI dan atau KABUPATEN sesuai dengan permintaan Tokoh-Tokoh PAPINDO (Papua Indonesia) yang haus jabatan tanpa melakukan studi kelayakan dan tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang akan terjadi kemudian,
Maraknya minuman keras yang berlabel khusus bagi papua juga telah menelan sekian ribu jiwa anak-anak mama papua akibat mengkonsumsi minuman keras, dan otak-otak anak mama papua di ninabobokan oleh minuman keras sehingga mudah terpolitisir oleh penjajah tanpa sadari bahwa tubuh mereka sedang diiris secara perlahan oleh bahan kimia yang terkandung dalam minuman keras itu, disampin itu mereka juga tidak menyadari bahwa melalui itu dapat mengantarnya pada Orang Dengan HIV AIDS karena yang sangat beresiko tinggi terkena virus HIV AIDS adalah mereka yang suka mengkonsumsi Minuman keras.
Walaupun kondisi papua yang secara sistim pemerintahan telah dikatakan khusus pasca diberikannya UU No 21 Tahun 2001 namun sampai saat ini belum juga terlihat kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh Gubernur atau Kepala Dinas Pendidikan Propinsi se-tanah papua untuk memprioritaskan Bahasa Daerah, dan Filsafat Adat setiap masyarakat adat papua yang dijadikan pelajaran wajib disekolahan (SD-SMA) pada wilayah adatnya masing-masing diseluruh tanah papua, dengan tujuan untuk melindungi dan melestarikan Identitas Bangsa papua dari amukan modernisme dan nasionalisme Indonesia yang memang keliru.
Pemekaran Propinsi dan Kabupaten di Tanah Papua telah mengantarkan Paradikma anak-anak mama papua pada sikap yang jauh dari nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sistim adat masyarakat papua bahkan sudah mulai mengartikan budaya yang keliru dan lebih menyakitkan adalah mulai terlihat perdagangan budaya oleh beberapa intelektual papua, dan dengan kesombongan diri yang amat berlebihan pasca terkena angin modernisme memiliki sikap hidup yang serba instan dan ketergantungan hidup yang berlebihan kepada uang. Kondisi itu mengantarkan masyarakat papua pada situasi yang pandai dalam hal melihat dan menghafal jadwal pelaksanaan sidang anggaran pertahunnya diseluruh Kabupaten dan bahkan Propinsi ditanah papua, serta jangan kaget jika masyarakat yang buta huruf dan bukan PNS lebih gemar bepergian kekator DPR dan atau kantor BUPATI dengan membawah serangkap Proposal ketimbang pergi ke Kebun atau hutan atau kandang hewan peliharaannya. 
Sikap ketergantungan masyarakat papua terhadap uang yang berlebihan itu juga telah sukses mengantarkan mereka pada kebiasaan BERJUDI TOGEL didepan umum tanpa memikirkan nasib anak-anaknya yang sedang, sudah, dan akan jatuh pada neraka keramaian kota atau modernisme seperti; MABUK-MABUKKAN, AIBON, PUTUS SEKOLAH, HUBUNGAN BERPACARAN YANG MIRIP SUAMI ISTRI, GIGOLO, PRAMURIA, dan lain sebagainya. Perjudian yang dilarang itu (TOGEL) telah menjadi suatu kebisaan masyarakat di Papua saat ini untuk mencari keuntungan yang lebih yang terkesan dilegalkan oleh POLISI karena memamng POLISI-nya juga ikut bermain dan bahkan ada yang menjadi bandarnya (PEMILIK JUDI TOGEL). Togel benar-benar menjadi idola bagi seluruh masyarakat dari berbagai golongan dan status yang berdomisili ditanah papua sehingga dapat disimpulkan bahwa itu merupakan suatu kegiatan pokok masyarakat ditanah papua kini, sehingga jangan kaget jika melihat seorang POLISI yang berseragam lengkap dengan seorang masyarakat papua yang akan menampilkan sikap serius dalam percakapan bila berbicara menyangkut angka-angka togel, atau bahkan seorang anggota DPR dan seorang masyarakat papua yang akan memperlihatkan sikap serius dalam hal membahas angka-angka togel, atau mungkin sebaliknya antara seorang DPR dan POLISI yang akan terlihat serius dalam hal membahas angka-angka togel tanpa menyadari TUPOKSI (Tugas Pokok & Fungsi) masing-masing.
Kondisi perjudian ilegal yang dilegalkan berdasarkan tingginya angka peminat dan keterlibatan semua kalangan tanpa membedakan status, golongan, dan jabatan ini telah mengantarkan PERJUDIAN TOGEL menjadi SUATU JALUR PERJUDIAN YANG LEGAL dibumi Cenderawasi sehingga mengambarkan suasana yang mirip dengan sebuah kota di Amerika Serikat yang terkenal akan CASINO-nya. Disamping itu kondisi itu telah membawah sebuah pola kehidupan yang teramat keliru dan membingungkan untuk dikaji jika melihat aktifitas masyarakat disana yang selalu diisi dengan cerita rumasan angka-angka yang diperoleh dari jalur pemakaman umum sampai pada tempat-tempat kramat, ada juga diantaranya terkadang lupa makan dan kerja sesuai profesi karena waktunya terus diisi dengan merumus dan memikirkan angka-angka sehingga situasi yang terbangun dalam benak orang-orang yang suka bermain JUDI TOGEL disana hanya angka dan rumusan seakan-akan diseluruh bumi cenderawasi ini sedang diadakan LOMBA MIPA (Matematika&IPA) SE-TANAH PAPUA.
Jika diuraikan kisah-kisah orang merumuskan angka untuk memasang togel itu amat lucu seperti ada seorang Paitu yang sejak kecil tidak perna mengenyam pendidikan formal (SD-PT) namun beliau kini sudah bisa memegang bolpen dan buku yang khusus digunanakn untuk merumuskan dan menulis angka-angka untuk kepentingan PERJUDIAN TOGEL, ada juga seorang Paitua yang masih mengunakan KOTEKA namun didalam kotekanya diisi dengan kertas-kertas beriisi rumusan-rumusan, dan angka, adapula seorang anggota POLISI yang pada saat Penyelidikan KASUS PEMERKOSAAN disebuah POLRES di Papua menutup pertanyaannya kepada KORBAN dengan bertanya “....kira-kira sebentar angka togel berapa yang keluar ya ......?????, atau bahkan ada seorang guru SMP ternama disebuah kota di Papua yang karena pusing memikirkan angka yang akan dipasangnya pada hari itu sehingga tanpa malu menanyakan angka togel kepada murid-muridnya.
Dari sekian cerita hanya satu cerita yang cukup memalukan yaitu ada seorang pendatang yang mengendara motor setiap sore ketempat “bandar pengambilan dan pemasangan angka togel dan ikut memasang angka togel untuk dirinya”, beliau sudah bisanya melalui jalan itu dengan mengunakan motor yang jenisnya sama dengan awal beliau datang ketempat itu sehingga dapat dikatakan beliau rutin memasang angka dan bermain PERJUDIAN TOGEL karena merasa penasaran dan merasa muka baru ditempat itu ada seorang masyarakat setempat yang sempat mengikuti beliau pada saat beliau kembali ketempat kediamannya, ternyata beliau masuk pada sebuah rumah yang terkesan mewah dengan ukuran kota itu, karena merasa penasaran akan orang itu beliau langsung menanyakan kepada petugas SECURITI yang bertugas menjaga rumah itu dengan pertanyaan yang cukup serius, siapa bapa itu ya ??, Securiti menjawab, untuk apa bapa tanya-tanya ?, namun bapa itu terus bertanya dengan pertanyaan yang sama namun ada sedikit permohonan, Adooo anak SECURITI.... bapa perlu jadi bapa itu siapa e ?, karena melihat sikap dan keseriusan bapa yang bertanya maka SECURITI itu menjawab, oke saya kasih tau... tapi ingat jangan bapa kasitau kesiapa-siapa.... Bapa itu KAPOLRES di sini................ setelah mendapatkan jawaban tersebut bapa itu langsung terkejut dan hendak berjalan menuju tempat permainan togel lagi.            
 Beberapa aktifitas yang telah diuraikan diatas seperti, maraknya angka Pemekaran Propinsi dan Kabupaten, Budaya Proposal dan menghafal pelaksanaan sidang Anggaran yang semakin menjadi-jadi, tingginya peminat Minuman Keras yang mayoritas generasi muda tanpa membedakan jenis kelamin dan status, Hubungan Pacaran yang Mirip Suami Istri, tingginya angka putus sekolah, Perjudian Togel, dan lain sebagainya adalah beberapa sikap dan tindakan yang merupakan Pembunuhan Karakter Orang papua. Jika diamati maka pembunuhan karakter orang papua yang sesuai dengan uraian diatas maka dapat ditarik sebuah benang merah terkait siapa yang sedang membunuh secara langsung dan siapa yang membunuh secara tersembunyi.
Pembunuh secara langsung adalah Orang Papua sendiri dan pembunuh secara sembunyi-sembunyi adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui penerapan kebijakan dan Aparat Keamanan (TNI/POLRI) diseluruh Tanah Papua sebagai pelaksana program politik pusat didaerah sesuai dengan amanah UU 21 Tahun 2001 tentang OTSUS seperti yang termuat pada Pasal Kewenangan dimana
“masalah pertahanan keamanan diatur langsung oleh Pemerintah Pusat”
dengan demikian maka jelaslah kini bahwa memang inilah yang disebut Pembunuhan Karakter Orang Papua sebab
Minuman Keras dan Perjudian Togel adalah bisnis Aparat Keamanan di daerah, sedangkan Pemekaran adalah bentuk Politik De Vide Et Impera (Politik Pecah Belah) yang sedang dipraktekan ulang oleh Negara Kolonial Indonesia terhadap kami Rakyat Pribumi Papua.
Dampak implementasi proyek politik pemerintah pusat untuk membunuh karater orang papua sudah cukup sukses dan mulai membuahkan hasil, seperti terlihat pada kinerja kaum PAPINDO yang tidak pernah berpihak pada Rakyat Papua dan Alam Papua seperti Pejabat Eksekutif, Legislatif, Satuan Kerja Pemerintah Daerah Papua (SKPD Papua) setanah papua, dan MRP yang merupakan Lembaga Representasi Kultur telah berubah wujud menjadi Lembaga Representasi Kultur Partai Politik dan Kepentingan Politik Kandidat Gubernur/Bupati yang tidak penah menciptakan sistim pemerintahan daerah yang berpihak pada masyarakat pribumi papua. Tingginya angka Korupsi, Pemberian Hak Ulayat kepada Perusahaan nasional/internasional dan Pemerintah Pusat dengan cara memberikan ijin usaha dengan dalil PAD yang adalah milik Pejabat, Penelantaran Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Masyarakat Pribumi Papua, dan lain-lain merupakan dampak implementasi kebijaka politik pusat.
Disamping itu masih banyak orang papua yang masih mengkonsumsi Minuman keras dan tingginya peminat Perjudian Togel yang semakin menjadi, serta tingginya permintaan Pemerkaran Propinsi dan atau Kabupaten membuat masyarakat papua terkadang mengesampingkan masalah Nasionalisme Papua yang semakin dekat pada Gerbang Kemerdekaan akibat dininabobokan oleh ketiga Virus itu, kenyataan itu kemudia yang sedikit mengkritisi ungkapan keras Pro-M yang menyebutkan kata M namun aktifitasnya masih dihantui atau bahkan dirasuki Virus Minuman Keras, Togel, Senang-Senang, dan lain sebagainya, serta ada beberapa angkatan muda Papua yang sesungguhnya sudah mengetahui dampak pemekaran Propinsi dan atau Kabupaten namun mereka nekat dan bahkan bersedia menjadi Aktifis Pendukung Pemekaran Propinsi dan atau Kabupaten dan bahkan ikut berpatisipasi dalam mengatur strategi politik pertarungan Pemilihan Kepala Daerah baik ditinggkat propinsi/kabupaten yang marak melahirkan konflik horisontal.
Selain itu tinginya jumlah generasi muda papua yang putus sekolah dan beralih profesi sebagai Penghirup Lem Aibon, Pengangkat barang dipelabuhan/bandar udara, Pemain biliar, Pemangil penumpang diterminal umum (kondektur), Pemabuk, Gigolo, Pramuria terselubung, preman diterminal dan pasar umum, dan lain sebagainya yang menurut mereka baik namun jika dianalisis secara detail semua aktifitasnya hanya mengarah pada keasikan semu yang sesaat dan melaluinya telah melahirkan generasi muda papua yang berjiwa serba instan karena memilih mencari uang dengan cara yang singkat dan cepat tanpa harus membanting tulang seperti dulu lagi, dengan demikian maka aktifitas generasi muda papua yang menurut mereka baik dan tepat itu dengan sendirinya telah mengantarkan mereka pada ancaman pembunuhan karakter orang papua mengapa demikian ?, karena hanya melalui sekolah kita dapat membedakan mana yang benar dan layak bagi masyarakat papua, sebab dengan itu kemudian akan membawah papua berdiri diatas adatnya dan mensejajarkan martabat Negara-nya yang sama dengan negara lain didunia, seperti negara VANUATU yang meletakan adat sebagai pijakan bernegara.
Dibawah bayang-bayang sekian strategi kolonial/penjajah indonesia yang dipraktekkan oleh kakitangannya di tanah papua tidak pernah sedikitpun menurunkan atau bahkan mematikan Api Nasionalisme Papua dalam jiwa raga anak-anak mama papua sebab setiap anak-anak mama papua tanpa membedakan status, golongan, kedudukan, jabatan, usia, dan jenis kelamin memiliki mimpi yang sama yaitu Kolonial Indonesia Segerah Angkat Kaki Dari Tanah Papua, sebab mereka meyakini bahwa Papua Adalah Sebuah Negara Yang Telah Merdeka Pada Tanggal 1 Desember1961.

SRI BINTANG PAPUA
(Kritikanmu adalah Pelitaku)