KRITIK TERHADAP
PENYALAHGUNAAN PASAL MAKAR DALAM MEMBUNGKAM
PERJUANGAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI
BANGSA PAPUA
DI INDONESIA
A.
Dasar Hukum Hak Menentukan Nasib Sendiri Di Indonesia
Salah satu hak asasi manusia yang wajib
dilindungi dalam keadaan apapun adalah adalah “hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani”. Terkait tutuntan Hak
Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang dipilih oleh mahasiswa papua
merupakan manifestasi dari hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani sehingga sewajibnya tuntutan ini dilindungi dalam keadaan apapun sesuai Pasal 28I ayat (1)
UUD 1945.
Secara hukum, Hak Menentukan Nasib Sendiri eksistensinya dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005
tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang hak-Hak Sipil Dan Politik,
Pasal 1 ayat (1) Semua rakyat mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri. Hak tersebut memberikan mereka
kebebasan untuk menentukan status politik dan untuk meraih kemajuan ekonomi,
sosial dan budaya.
Melalui realitas yuridis itu, menunjukan bahwa “Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua”
yang dipilih oleh mahasiswa papua berdasarkan hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani mereka yang diturunkan dalam bentuk “Tuntutan Pokok Dalam Aksi Demostrasi Damai Dijamin Dalam Bingkai Hukum Negara Indonesia”.
Sesuai dengan amanat konstitusi,
jaminan tanggungjawab perlindunga,
penghormatan, penghargaan dan jaminan HAM oleh Negara terutama pemerintah
melalui institusi kepolisian di seluruh wilayah Indonesia sebagai bentuk implementasi standard dan prinsip-prisip HAM dalam
tugas-tugas kepolisian sebagaimana perkap Nomor 8 tahun 2009 sehingga Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri yang lahir dari kemerdekaan
pikiran dan hati nurani mahasiswa papua wajib dijamin eksistensinya dalam
keadaan apapun.
Berdasarkan kenyataan yuridis diatas, secara tegas dapat
disimpulkan bahwa tuntutan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa papua
merupakan suatu tuntutan yang legal dan tidak dapat disamakan secara serta merta dengan
istilah Separatis ataupun Makar
yang sering diutarakan oleh pihak Kepolisian Republik
Indonesia. Jika pada prakteknya ditemukan gagasan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa pihak yang mengeluarkan gagasan berkeinginan untuk
mempolitisir situasi dan menginginkan untuk melanggar hukum dalam rangka
menciptakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
B.
Melepaskan Label Separatis
dan Makar Dari Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri
Bagi Bangsa Papua
Selama ini, tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang diserukan oleh mahasiswa papua selalu
dipolitisir oleh pihak-pihak yang anti demokrasi sebagai tindakan Separatis dan
Makar hanya untuk membungkam
ruang demokrasi mahasiswa papua. Padahal Tuntutan
Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua dilakukan mengunakan
mekanisme demokrasi yang legal di Indonesia. Realitas itu, secara langsung
membangun sebuah pemahaman yang keliru sehingga wajib hukumnya untuk melepaskan istilah Separatis dan
makar pada posisinya agar
tidak mudah di politisir atau di kriminalkan untuk melegalkan tindakan anti demokrasi.
Dalam rangka membangun pemahaman yang objektif dalam melihat kata dan/atau
istilah Separatis dan Makar maka yang wajib dipahami
terlebih dahulu adalah definsi kata dan/atau istilah Separatis dan Makar itu
sendiri.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Separatis adalah orang
(golongan) yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan; golongan
(bangsa) untuk mendapat dukungan. Sedangkan Separatisme adalah paham
atau gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan Negara sendiri).[1] Terkait Makar, kamus bahasa Indonesia
memberikan 3 (tiga) definisi, yaitu :
1) Akal busuk : tipu muslihat : segalanya itu sudah diketahui
lawannya;
2) Perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang,
dsb krn – menghilangkan nyawa seseorang, ia dihukum;
Secara hukum, terkait Separatis dan Makar diatur pada Pasal 104
KUHP junto Pasal 106 KUHP junto 107 KUHP. Dari ketiga pasal itu dapat
disimpulkan secara singkat,
sebagai berikut : bahwa
1) Berkaitan dengan
tindakan makar dengan niat untuk hendak membunuh presiden dan wakil presiden
sebagaimana diatur pada pasal 104 KUHP,
2) berkaitan
dengan tindakan makar dengan niat menaklukan daerah Negara sama sekali atau
sebagiannya atau memisahkan sebagaian daerah sebagaimana diatur pada
pasal 106 KUHP dan
3) berkaitan
dengan tindakan makar dengan niat untuk
mengulingkan pemerintahan
sebagaimana diatur pada pasal 107 KUHP.
Berdasarkan kenyataan, mayoritas “Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri
Bagi Bangsa Papua” yang dilakukan mahasiswa papua selalu mengikuti mekanisme
demokrasi yang dijamin dalam ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, namun pada prakteknya selalu dipolitisir
dengan Pasal 106 KUHP sehingga selalu
berdapampak pada pembungkaman ruang
demokrasi bagi mahasiswa papua pejuang hak menentukan nasib sendiri.
Secara hukum tuduhan politis mengunakan pasal makar yang selama
ini gemar dilakukan oleh pihak anti demokrasi itu merupakan sebuah pandangan
ilegal sebab menurut R Soesilo, berkaitan dengan Pasal 106 dapat dilihat
mengunakan dua pandangan, yaitu
1)
Terkait
makar (aanslag) mengacu pada Pasal 87 KUHP yaitu suatu perbuatan dianggap
ada, apabila niat si pembuat kejahatan sudah ternyata dengan dimulainya
melakukan perbuatan itu menurut maksud Pasal 53 KUHP.[3]
2)
Objek dalam
penyerangan ini adalah kedaulatan atas daerah Negara. Menurutnya kedaulatan ini
dapat dirusak dengan dua macam cara ialah dengan jalan :
1. Menaklukan daerah Negara seluruhnya atau sebagian kebawah
pemerintah Negara asing yang berarti menyerahkan daerah itu (seluruhnya) atau
sebagian kepada kekuasaan Negara asing,
2. Memisahkan
sebagian dari daerah Negara itu yang berarti membuat bagian daerah itu menjadi
suatu Negara yang berdaulat sendiri.[4] Berkaitan dengan separatis
atau makar pada prakteknya mengacu pada Pasal 53 KUHP, R Soesilo mengatakan
bahwa perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang
masuk dalam pengertian ini hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksana.[5]
Sesuai dengan Pandangan R Soesilo diatas dapat disimpulkan istilah
Separatis dan Makar telah disalahartikan oleh pihak-pihak yang anti demokrasi
hanya untuk “membungkam Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua
yang diserukan mahasiswa papua mengunakan mekanisme UU Nomor 9 Tahun 1998”.
C.
Perbedaan Objektif Antara Separatis/Makar Dan
Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri
Berdasarkan pada penjelasan diatas sudah
dapat memberikan sebuah penegasan kepada publik bahwasan Hak Menentukan Nasib
Sendiri berbeda dengan Separatisme dan Makar.
Perbedaan
pertama, terlihat dimana
ada dua aturan yang mengaturnya yaitu : 1). terkait Hak Menentukan Nasib
sendiri diatur Pada Pasal 1, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan
Internasional tentang Ekonomi Sosial dan Budaya dan UU Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Sipil dan Politi. 2). Sedangkan
Separatis atau Makar diatur pada Pasal 104 KUHP junto 106 junto 107 KUHP.
Perbedaan
kedua, terlihat dari
rumusan pasalnya, dimana : 1). Semua bangsa berhak
untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk
menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi,
sosial dan budaya mereka. Selain itu, untuk
tujuan-tujuan mereka sendiri, dapat mengelola kekayaan dan sumber daya alam
mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi
internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum
internasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu
bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri; 2). Sedangkan Makar setiap pasal memberikan beberapa
rumusan dimana tindakan
makar dengan niat untuk hendak membunuh presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur pada pasal 104 KUHP, tindakan makar dengan niat menaklukan daerah Negara sama sekali
atau sebagiannya atau memisahkan sebagaian daerah sebagaimana diatur pada pasal 106 KUHP dan tindakan makar dengan niat untuk mengulingkan pemerintahan sebagaimana diatur pada pasal 107 KUHP.
Berdasarkan kedua perbedaan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa antara hak menentukan nasib sendiri dan makar diatur oleh dua
aturan yang berbeda baik secara pokok tujuan pembentukannya dan juga hubungan
publiknya dimana :
1)
Dasar hukum bagi hak
menentukan nasib sendiri secara pokok sebagai turunan HAM dan dalam hubungan
publiknya bertujuan untuk melindungi HAM sedangkan Makar secara pokok
tujuan pembentukannya untuk melindungi presiden, wilayah negara
dan pemerintahan dan dalam hubungan publiknya bertujuan untuk menghukum pelaku
tindakan tersebut sesuai dengan rumusan pasal didalamnya.
2)
Sementara itu terkait
muatan pasal dan tujuannya sangat jelas dimana Hak Menentukan Nasib Sendiri bertujuan
untuk bebas menentukan status
politik dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya. Dengan tujuan untuk dapat
mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi
kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi internasional,
berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum internasional.
Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas
sumber-sumber penghidupannya sendiri.
Sedangkan Makar bertujuan untuk melindungi membunuh
presiden dan wakil presiden
ancaman atau tindakan pembunuhan, melindungi wilayah daerah atau
Negara dari upaya penaklukan dan pemisahaan dan
melindungi pemerintah dari upaya pengulingan pemerintah.
Atas dasar perbedaan-perbedaan diatas, terlihat jelas
esensi perbedaannya bsaik secara tujuan, unsur muatan pasal dan dasar hukum.
Sampai hari ini semua pihak, khususnya pihak kepolisian yang selalu menerima
Surat Pemberitahuan jika mahasiswa akan melaksanakan kebebasan berekspresi
dijelaskan bahwa tuntutan pokok adalah
“Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokrasi Bagi Bangsa Papua.”
Berdasarkan fakta dalam semua aksi demostrasi untuk memeprjuangkan “Tuntutan
Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokrasi Bagi Bangsa Papua selalu
dilakukan mengunakan mekanisme demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun
1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Dari rumusan pasal
dan unsur terkait Hak Menentukan Nasib Sendiri terlihat jelas bahwa:
1) HAK MENENTUKAN NASIB
SENDIRI tidak bertujuan untuk
membunuh Presiden atau Wakil Presiden;
2) HAK MENENTUKAN NASIB
SENDIRI tidak bertujuan untuk
memberikan Wilayah Indonesia Ke Negara Lain; dan
3) HAK MENENTUKAN NASIB
SENDIRI tidak bertujuan untuk
mengulingkan Pemerintah..
Berdasarkan hal-hal diatas disimpulkan bahwa Hak
Menentukan Nasib Sendiri secara prinsipil berbeda dengan Separatis dan Makar.
Selain itu, berdasarkan penegasan diata disimpulkan bahwa dalam rumusan Hak
Menentukan Nasib Sendiri tidak ada unsur yang mengarah pada hal-hal yang
dimaksud dalam rumusan Pasal Makar. Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa
secara teori pidana Hak Menentukan Nasib Sendiri tidak dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan separatis dan makar berdasarkan penjelasan R Soesilo dengan mengacu pada
Pasal 53 KUHP, sebagaiberikut : perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar.
Yang masuk dalam pengertian ini hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksana.[6]
Dengan demikian secara tegas disimpulkan bahwa
Perjuangan Mahasiswa Papua dalam Menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi
Bangsa Papua Sebagai Solusi Demokrasi tidak dapat disebut sebagai Tindakan
Separatis Dan Makar sebab secara hukum, unsur-unsur dan tujuannya sangat
berbeda. Berdasarkan itu, dapat dikatakan bahwa selama ini Pejuang Hak
Menentukan Nasib Sendiri Oleh Mahasiswa Papua yang dituduh sebagai Perjuangan Separatis dan Makar merupakan “Tuduhan
Tanpa Dasar Hukum Dan Secara Terang-Terang Menunjukan Penyalahgunaan Hukum Oleh
Aparat Kemanan” dan merupakan fakta pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
merupakan “Tindakan Melawan Kostitusi” karena “Negara Hukum Memiliki Kewajiban
Untuk Melindungi Hak Asasi Manusia”.
Kritikmu Adalah Pelitaku”