Kamis, 01 Desember 2016

KRITIK TERHADAP PENYALAHGUNAAN PASAL MAKAR DALAM MEMBUNGKAM PERJUANGAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI BANGSA PAPUA DI INDONESIA

KRITIK TERHADAP
PENYALAHGUNAAN PASAL MAKAR DALAM MEMBUNGKAM
PERJUANGAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI BANGSA PAPUA
DI INDONESIA



A.    Dasar Hukum Hak Menentukan Nasib Sendiri Di Indonesia
Salah satu hak asasi manusia yang wajib dilindungi dalam keadaan apapun adalah adalah “hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani”. Terkait tutuntan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang dipilih oleh mahasiswa papua merupakan manifestasi dari hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani sehingga sewajibnya tuntutan ini dilindungi dalam keadaan apapun sesuai Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Secara hukum, Hak Menentukan Nasib Sendiri eksistensinya dijamin dalam  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang hak-Hak Sipil Dan Politik, Pasal 1 ayat (1) Semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Hak tersebut memberikan mereka kebebasan untuk menentukan status politik dan untuk meraih kemajuan ekonomi, sosial dan budaya.
Melalui realitas yuridis itu, menunjukan bahwa “Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang dipilih oleh mahasiswa papua berdasarkan hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani mereka yang diturunkan dalam bentuk Tuntutan Pokok Dalam Aksi Demostrasi Damai Dijamin Dalam Bingkai Hukum Negara Indonesia. Sesuai dengan amanat konstitusi, jaminan tanggungjawab perlindunga, penghormatan, penghargaan dan jaminan HAM oleh Negara terutama pemerintah melalui institusi kepolisian di seluruh wilayah Indonesia sebagai bentuk implementasi standard dan prinsip-prisip HAM  dalam tugas-tugas kepolisian sebagaimana perkap Nomor 8 tahun 2009 sehingga Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri yang lahir dari kemerdekaan pikiran dan hati nurani mahasiswa papua wajib dijamin eksistensinya dalam keadaan apapun.
Berdasarkan kenyataan yuridis diatas, secara tegas dapat disimpulkan bahwa tuntutan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa papua merupakan suatu tuntutan yang legal dan tidak dapat disamakan secara serta merta dengan istilah Separatis ataupun Makar yang sering diutarakan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia. Jika pada prakteknya ditemukan gagasan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pihak yang mengeluarkan gagasan berkeinginan untuk mempolitisir situasi dan menginginkan untuk melanggar hukum dalam rangka menciptakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. 

B.     Melepaskan Label Separatis dan Makar Dari Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua
Selama ini, tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang diserukan oleh mahasiswa papua selalu dipolitisir oleh pihak-pihak yang anti demokrasi sebagai tindakan Separatis dan Makar hanya untuk membungkam ruang demokrasi mahasiswa papua. Padahal Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua dilakukan mengunakan mekanisme demokrasi yang legal di Indonesia. Realitas itu, secara langsung membangun sebuah pemahaman yang keliru sehingga wajib hukumnya untuk melepaskan istilah Separatis dan makar pada posisinya agar tidak mudah di politisir atau di kriminalkan untuk melegalkan tindakan anti demokrasi.
Dalam rangka membangun pemahaman yang objektif dalam melihat kata dan/atau istilah Separatis dan Makar maka yang wajib dipahami terlebih dahulu adalah definsi kata dan/atau istilah Separatis dan Makar itu sendiri.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Separatis adalah orang (golongan) yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan; golongan (bangsa) untuk mendapat dukungan. Sedangkan Separatisme adalah paham atau gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan Negara sendiri).[1]  Terkait Makar, kamus bahasa Indonesia memberikan 3 (tiga) definisi, yaitu :
1)    Akal busuk : tipu muslihat : segalanya itu sudah diketahui lawannya;
2) Perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dsb krn – menghilangkan nyawa seseorang, ia dihukum;
3)     Perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintahan yang sah, ia dituduh melakukan.[2]
Secara hukum, terkait Separatis dan Makar diatur pada Pasal 104 KUHP junto Pasal 106 KUHP junto 107 KUHP. Dari ketiga pasal itu dapat disimpulkan secara singkat, sebagai berikut :  bahwa
1)   Berkaitan dengan tindakan makar dengan niat untuk hendak membunuh presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur pada pasal 104 KUHP,
2)     berkaitan dengan tindakan makar dengan niat menaklukan daerah Negara sama sekali atau sebagiannya atau memisahkan sebagaian daerah sebagaimana diatur pada pasal 106 KUHP dan
3) berkaitan dengan tindakan makar dengan niat untuk mengulingkan pemerintahan sebagaimana diatur pada pasal 107 KUHP.
Berdasarkan kenyataan, mayoritas Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang dilakukan mahasiswa papua selalu mengikuti mekanisme demokrasi yang dijamin dalam ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, namun pada prakteknya selalu dipolitisir dengan Pasal 106 KUHP sehingga selalu berdapampak pada pembungkaman ruang demokrasi bagi mahasiswa papua pejuang hak menentukan nasib sendiri.
Secara hukum tuduhan politis mengunakan pasal makar yang selama ini gemar dilakukan oleh pihak anti demokrasi itu merupakan sebuah pandangan ilegal sebab menurut R Soesilo, berkaitan dengan Pasal 106 dapat dilihat mengunakan dua pandangan, yaitu
1)      Terkait makar  (aanslag) mengacu pada Pasal 87 KUHP yaitu suatu perbuatan dianggap ada, apabila niat si pembuat kejahatan sudah ternyata dengan dimulainya melakukan perbuatan itu menurut maksud Pasal 53 KUHP.[3]
2)      Objek dalam penyerangan ini adalah kedaulatan atas daerah Negara. Menurutnya kedaulatan ini dapat dirusak dengan dua macam cara ialah dengan jalan :
1.    Menaklukan daerah Negara seluruhnya atau sebagian kebawah pemerintah Negara asing yang berarti menyerahkan daerah itu (seluruhnya) atau sebagian kepada kekuasaan Negara asing,
2.  Memisahkan sebagian dari daerah Negara itu yang berarti membuat bagian daerah itu menjadi suatu Negara yang berdaulat sendiri.[4] Berkaitan dengan separatis atau makar pada prakteknya mengacu pada Pasal 53 KUHP, R Soesilo mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang masuk dalam pengertian ini hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksana.[5]
Sesuai dengan Pandangan R Soesilo diatas dapat disimpulkan istilah Separatis dan Makar telah disalahartikan oleh pihak-pihak yang anti demokrasi hanya untuk membungkam Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua yang diserukan mahasiswa papua mengunakan mekanisme UU Nomor 9 Tahun 1998.


C.    Perbedaan Objektif Antara Separatis/Makar Dan Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri
Berdasarkan pada penjelasan diatas sudah dapat memberikan sebuah penegasan kepada publik bahwasan Hak Menentukan Nasib Sendiri berbeda dengan Separatisme dan Makar.
Perbedaan pertama, terlihat dimana ada dua aturan yang mengaturnya yaitu : 1). terkait Hak Menentukan Nasib sendiri diatur Pada Pasal 1, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Ekonomi Sosial dan Budaya dan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Sipil dan Politi. 2). Sedangkan Separatis atau Makar diatur pada Pasal 104 KUHP junto 106 junto 107 KUHP.
Perbedaan kedua, terlihat dari rumusan pasalnya, dimana : 1). Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.  Selain itu, untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, dapat mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum internasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri; 2). Sedangkan Makar setiap pasal memberikan beberapa rumusan dimana tindakan makar dengan niat untuk hendak membunuh presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur pada pasal 104 KUHP,  tindakan makar dengan niat menaklukan daerah Negara sama sekali atau sebagiannya atau memisahkan sebagaian daerah sebagaimana diatur pada pasal 106 KUHP dan  tindakan makar dengan niat untuk mengulingkan pemerintahan sebagaimana diatur pada pasal 107 KUHP.
Berdasarkan kedua perbedaan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara hak menentukan nasib sendiri dan makar diatur oleh dua aturan yang berbeda baik secara pokok tujuan pembentukannya dan juga hubungan publiknya dimana :
1)      Dasar hukum bagi hak menentukan nasib sendiri secara pokok sebagai turunan HAM dan dalam hubungan publiknya bertujuan untuk melindungi HAM sedangkan Makar secara pokok tujuan pembentukannya untuk melindungi presiden, wilayah negara dan pemerintahan dan dalam hubungan publiknya bertujuan untuk menghukum pelaku tindakan tersebut sesuai dengan rumusan pasal didalamnya.
2)      Sementara itu terkait muatan pasal dan tujuannya sangat jelas dimana Hak Menentukan Nasib Sendiri bertujuan untuk bebas menentukan status politik dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya. Dengan tujuan untuk dapat mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum internasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri. Sedangkan Makar bertujuan untuk melindungi  membunuh presiden dan wakil presiden ancaman atau tindakan pembunuhan, melindungi wilayah daerah atau Negara dari upaya penaklukan dan pemisahaan dan melindungi pemerintah dari upaya pengulingan pemerintah.
Atas dasar perbedaan-perbedaan diatas, terlihat jelas esensi perbedaannya bsaik secara tujuan, unsur muatan pasal dan dasar hukum. Sampai hari ini semua pihak, khususnya pihak kepolisian yang selalu menerima Surat Pemberitahuan jika mahasiswa akan melaksanakan kebebasan berekspresi dijelaskan bahwa  tuntutan pokok adalah “Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokrasi Bagi Bangsa Papua.” Berdasarkan fakta dalam semua aksi demostrasi untuk memeprjuangkan “Tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokrasi Bagi Bangsa Papua selalu dilakukan mengunakan mekanisme demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Dari rumusan pasal dan unsur terkait Hak Menentukan Nasib Sendiri terlihat jelas bahwa:
1)    HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI tidak bertujuan untuk membunuh Presiden atau Wakil Presiden;
2)  HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI tidak bertujuan untuk memberikan Wilayah Indonesia Ke Negara Lain; dan
3) HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI tidak bertujuan untuk mengulingkan Pemerintah..
Berdasarkan hal-hal diatas disimpulkan bahwa Hak Menentukan Nasib Sendiri secara prinsipil berbeda dengan Separatis dan Makar. Selain itu, berdasarkan penegasan diata disimpulkan bahwa dalam rumusan Hak Menentukan Nasib Sendiri tidak ada unsur yang mengarah pada hal-hal yang dimaksud dalam rumusan Pasal Makar. Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa secara teori pidana Hak Menentukan Nasib Sendiri tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindakan separatis dan makar berdasarkan penjelasan R Soesilo dengan mengacu pada Pasal 53 KUHP, sebagaiberikut : perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang masuk dalam pengertian ini hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksana.[6]
Dengan demikian secara tegas disimpulkan bahwa Perjuangan Mahasiswa Papua dalam Menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua Sebagai Solusi Demokrasi tidak dapat disebut sebagai Tindakan Separatis Dan Makar sebab secara hukum, unsur-unsur dan tujuannya sangat berbeda. Berdasarkan itu, dapat dikatakan bahwa selama ini Pejuang Hak Menentukan Nasib Sendiri Oleh Mahasiswa Papua yang dituduh sebagai  Perjuangan Separatis dan Makar merupakan “Tuduhan Tanpa Dasar Hukum Dan Secara Terang-Terang Menunjukan Penyalahgunaan Hukum Oleh Aparat Kemanan” dan merupakan fakta pelanggaran Hak Asasi Manusia yang merupakan “Tindakan Melawan Kostitusi” karena “Negara Hukum Memiliki Kewajiban Untuk Melindungi Hak Asasi Manusia”.



Kritikmu Adalah Pelitaku”





[1] Kamus besar bahasa indonesia, Hal. 1042
[2] Ibid,. Hal. 702
[3] Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, Hal 109.
[4]ibid, Hal 109
[5]Ibid, Hal. 97
[6]Ibid, Hal. 97