MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN
RUANG DEMOKRASI DARI ANCAMAN REPRESIFITAS
DI YOGYAKARTA
Kodisi Ruang Demokrasi Di Yogyakarta Dan Papua
Tahun 2016
memberikan catatan merah bagi ruang demokrasi dan meningkatnya tindakan
kekerasan dimana dengan mengunakan berbagai isu seperti rasisme, anti LGBT,
KBB, Anti Komunis dan alasan moralitas lainnya. Semua isu itu dapat terlihat
melalui rentetan kasus pembungkaman ruang demokrasi dan siar kebencian yang
dilakukan oleh beberapa pihak didaerah istimewah yogyakarta. Untuk menunjukan
situasi pembungkaman ruang demokrasi dan siar kebencian yang dilakukan oleh
pihak-pihak tertentu selama ini akan disebutkan berdasarkan hasil pantauan,
sebagai berikut :
1.
Tindakan siar kebencian dan
rasisme dilakukan saat Deklarasi FJAS di halaman Gedung DPRD yang diwarnai
dengan peristiwa pencatutan nama beberapa organisasi hingga ancaman pengusiran
mahasiswa papua dari yogyakarta. Selanjutnya disusul dengan (Desember 2015)
2.
tindakan siar kebencian dan
tindakan penyegelan Pondok Pesantren Al Fatah (Ponpes Waria) oleh FJI degan
tuduhan membuat fiqiq waria (februari 2016)
3.
tindakan siar kebencian dan
pelanggaran HAM yang dilakukan saat Deklarasi anti LGBT di nol kilometer oleh
FUI yang diprotes dengan aksi dari Solidaritas Perjuangan Demokrasi di MD
(Maret 2016).
4.
Tindakan siar kebencian dan
pengusakan dan penganiayaan saat pembubaran acara festifal leidy fast yang
diselenggarakan oleh kolektif betina di tempat komunitas seniman survive yang dibubarkan oleh Kokam dan FUI dengan
alasan perijinan dan
5.
Tindakan intimidasi terhadap
kebebasan kegiatan ilmiah disusul dengan pembatasan diskusi dan nonton video
dokumenter tentang pulau buruh tanah air beta di kampus UGM yang diintimidasi
oleh FKPPI dengan cara mendatangi UGM serta
6.
Tindakan Pembubaran Diskusi
dan Nonton Bareng Video Dokumenter Tentang Pulau Buruh Tanah Air Beta pada
hari perss sedunia yang diselenggarakan
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta oleh Polresta Yogyakarta
bekerjasama dengan FKPPI dan FAKI.
7.
Tindakan Tindak Pidana
Kejahatan Jabatan dan Penyitaan serta Pengeledahan terhadap buku bertema
komunis pada beberapa Penerbit oleh TNI (Mei 2016)
8.
Tindakan Teror yang
dilakukan Polresta Yogyakarta dengan cara mendatangi asrama mahasiswa papua
dengan kekuatan penun mengunakan seragam lengkap dengan laras panjang saat
perayaan kematian arnold ap (April 2016)
9.
Tindakan Penganiayaan dan
Pengeroyokan Terhadap Mahasiswa dan Pengrusakan Asrama Mahasiswa Gorontalo
setelah aksi Gerakan Nasional Pendidikan (April 2016)
10. Tindakan intimidasi dan percobaan pembungkaman ruang demokrasi dalam
aksi hari pendidikan oleh aktivis mahasiswa di sepanjang jalan Malioboro oleh
aparat polresta yogyakarta dan
11. Tindakan intimidasi dan percobaan pembungkaman ruang demokrasi
saat aksi perayaan aneksasi oleh mahasiswa papua pada (Mei 2016).
Semua peristiwa diatas dapat disimpulkan
kedalam peristiwa pembungkaman ruang demokrasi di DIY dan masuk dalam kategori
pelanggaran hukum dan HAM, namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa aparat
kemanan tidak menahan dan menindak tegas para pelaku pembungkaman ruang
demokrasi diatas. Melihat sikap aparat keamanan yang tidak menindak dan pada
kasus-kasus tertentu diatas bertindak sebagai pelaku aktif diatas tentunya
menjadi sebuah keresahan bersama seluruh masyarakat sipil yogyakarta tanpa
terkecuali. Ditengah situasi itu apakah kita harus diam namun pada kenyataan
benih-benih kebencian mengunakan isu-isu terus berkembang merasuki pikiran
masyarakat ?, sebagai masyarakat sipil yang mengharagai HAM dan demokrasi
tentunya akan melakukan tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan ruang
demokrasi yang adalah milik semua pihak.
Berdasarkan padangan diatas sehingga
pada tanggal 21 Mei 2016 gabungan organisasi pro demokrasi yang berdomisili di
Yogyakarta menyelenggarakan perayaan memperingati 18 tahun reformasi dengan
tema umum yaitu berikan pengelolaan pengolahan sumber daya alam kepada rakyat,
lawan militerisme dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya di dua tempat yang
berbeda, diantaranya di tugu jogja hingga nol kilo meter dan didepan kampus UIN
Jalan Solo Yogyakarta. Meskipun akasi penyelamatan ruang demokrasi dilakukan
pada bulan mei namun peristiwa pelanggaran ruang demokrasi terus terjadi
sebagaimana yang terjadi pembubaran pengledahan dan penyitaan IAM Art oleh
Ormas Kalimasodo berkerja sama dengan Polsek Kraton serta pengerahan pasukan
polresta yogyakarta dan brimob lengakap dengan laras panjang pada akasi AMP di
depan Asrama Mahasiswa Papua pada tanggal 30 Mei 2016.
Sementara itu di papua, penangkapan dan pembungkaman terhadap
ruang-ruang demokrasi di ruang publik dan ruang akademik yang dilakukan aparat
gabungan dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan terakhir (April-Juni 2016) di
papua, sebagaimana terlihat dalam data berikut
:
- Penangkapan terhadap 54 Aktivis KNPB, Mahasiswa dan Rakyat Papua pada tanggal 28-30 April 2016, saat membagi-bagikan selebaran seruan aksi damai di Jayapura, Abepura, Sentani dan Yahukimo.
- Penangkapan terhadap 13 Mahasiswa Uncen saat menggelar aksi damai menuntut pemerataan biaya pendidikan dan UKT di lingkungan kampus, pada tanggal 27 April 2016 di Abepura.
- Penangkapan masal terhadap 2000an lebih Aktivis, Mahasiswa dan rakyat Papua pada tanggal 02 Mei 2016 saat menggelar aksi damai di beberapa kota dan kabupaten di tanah Papua.
- Penangkapan Terhadap 75 Aktivis, Mahasiswa dan rakyat Papua, saat membagikan selebaran seruan aksi di beberapa kota di Papua, pada tanggal 28-30 Mei 2016.
- Penangkapan terhadap 597 orang massa aksi dan aktivis KNPB saat menggelar aksi damai pada tanggal 31 Mei 2016, dan 7 orang mahasiswa Papua di Menado, Sulawesi Utara saat menggelar aksi yang sama.
- Menjelang aksi damai yang akan digelar oleh rakyat Papua bersama KNPB pada tanggal 15 Juni 2016, penangkapan kembali dilakukan oleh aparat, setidaknya sejak tanggal 10 hingga 13 Juni, dilaporkan sebanyak 99 orang aktivis, mahasiswa dan rakyat Papua ditangkap hanya karena membagi-bagikan selebaran akasi di beberapa tempat di Papua.
Tidak
hanya melakukan tindakan represif, penangkapan sewenang-wenang dan pembungkaman
ruang-ruang demokrasi bagi rakyat Papua, Guna menghindari dugaan pelanggaran
HAM, militer mulai menghidupkan milisi-milisi reaksioner yang dibackup langsung
oleh militer, seperti : BARA NKRI, Barisan Merah Putih (BMP), Pemuda Pancasila
dan berbagai ormas lainnya, yang mayoritas massanya adalah orang non Papua,
guna melakukan perlawanan terhadap aksi-aksi damai yang digelar oleh
rakyat Papua, yang mengarah pada terjadinya konflik antara sipil dan sipil
(pribumi dan pendatang) di Papua. Penculikan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan
misterius terhadap orang asli Papua semakin marak terjadi, di berbagai kota di
Papua. Di Jayapura saja, dilaporkan hampir setiap hari ditemukan 4-5 jenasah
orang asli Papua di ruang jenasah RSUD Jayapua, dengan luka-luka yang rata-rata
hampir sama.
Kedua
fakta ruang demokrasi dan pelanggaran hukum yang terjadi di Yogyakarta dan
Papua telah memapu menunjukan wajah demokrasi dan penegakan hukum di negara
indonesia. Dengan peristiwa yang setiap saat terus terja tentunya melahirkan
kehawatiran publik sehingga tidak salah jika masyarakat sipil dimanapun
mengambil sikap untuk memperjuangkan HAM dan Demorasi yang menjadi haknya.
Berdasarkan pada koteks itulah sehingga aksi-aksi yang dilakukan dalam rangka
itu mengunakan sis-isu yang terlahir dari rahim demokrasi yang diakui secara
internasional dan nasional indonesia sudah sepatutnya di pandang sebagai
gerakan demokrasi yang ideal.
Perjuangan
Prodem Di Yogyakarta Dan Kronologis Aksi 16 Juni 2016
Situasi yang terjadi di
Yogyakarta dan Papua diatas itu terus membuat geram komunitas prodemokrasi dan
masyarakat sipil yogyakarta sehingga mereka berkomitmen untuk melakukan aksi
secara bersama-sama dalam dalam konteks meneguhkan HAM dan Demokrasi baik di
Yogyakarta maupun di Papua. Selanjutnya disepakati agar aksinya akan diwadahi
oleh Gerakan Rakyat Papua Bersatu dan akan dilaksanakan pada tanggal 16 April
2016. Aksi itu mengangkat tema pokok yaitu mendukung hak menentukan nasib
sendiri bagi papua, dimana tema itu disepakati oleh seluruh organisai pro
demokrasi yang terlibat didalamnya. Meskipun aksi itu mengangkat tema tentang
papua namun yang penting untuk digaris bawahi adalah aksi ini juga bertujuan
untuk menguji apakah ruang demokrasi di DIY.
Aksi tanggal 16 Juni 2016
dilakukan dengan cara sesuai dengan mekanisme berdemokrasi yang dijamin dalam
UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum
dimana Penanggungjawab Aksi Atas Nama Nduggi Kossai sendiri yang mengantarkan
Surat Pemberitahuan tertanggal 12 Juni 2016
dan dijawab oleh Intelkam Polesta Yogyakarta dengan menerbitkan Surat
Tanda Terima Pemberitahuan Nomor : STTP/31/VI/2016/Intelkam tertanggal 14 Juni
2016. Meskipun surat pemberitahuan diterima dan STTP telah dikeluarkan, namun
pada tanggal 15 Juni 2016 sore, Kapolresta, Kabag OPS Polda DIY, Kabag OPS
Polresta Yogyakarta, Kasat Intelkam dan Beberapa intel datang ke asrama
mahasiswa papua dan mengatakan bahwa aksi besok dapat dilaksanakan dengan aman
terkendali dan katanya pihak kepolisian siap mengamankan.
Walaupun kapolresta
yogyakarta dan Kabag OPS Polda DIY telah mengatakan demikian, namun pada
tanggal 16 Juni 2016 Kabab OPS Polresta dan pasukannya dari Unit Sbahara
Polresta DIY beserta anggota Brimob baik mengunakan Truk maupun Motor lengkap
mengunakan senjata datang ke depan asrama mahasiswa papua.
Saat Masa Aksi GRPB Menyiapkan Barisan Untuk Melanjutkan Akasinya
Walaupun demikian kondisi depan asrama mahasiswa papua namun masa
aksi yang tergabung dalam GRPB yang telah menyiapkan diri dan perangkat aksi
mulai merapikan barisan untuk melanjutkan aksi long marc dari asrmana mahasiswa
papua ke nol kilo meter. Sementara masa aksi keluar, tim negosiator dari LBH
Yogyakarta bersama-sama dengan perwakilan masa aksi menemui Kabag OPS Polresta
Yogyakarta dan menyampaikan kesiapan masa aksi untuk memulai aksinya sehingga
harapnnya Kabag OPS bisa mengarahkan pasukannya untuk mengamankan jalanan agar
proses penyampaian pendapat bisa terlaksana sesuai dengan pemberitahuan yang
diberikan.
Saat Negosiator dari LBH Yogyakarta Bernegosiasi dengan Kabag OPS Polresta
Yogyakarta
Kabag OPS Polresta Yogyakarta dengan tegas mengatakan bahwa
pihaknya hanya memberikan ijin kepada GRPB untuk melakukan aksi hanya didepan
asrama mahasiswa papua, sesuai dengan STTP yang dikeluarkan Kasat Intelkan
Polresta Yogyakarta, katanya. Negositor dari LBH Yogyakarta kemudian
mempertanyakan dasar hukum pembatasan itu dan alasannya. Kabag OPS Polresta
Yogyakarta mengatakan bahwa itu kebijakan Polresta Yogyakarta dan alasannya
karena mayoritas umat muslim sedang puasa sehingga hawatir menganggu aktifitas
puasanya. Ketrangan itu dibantah negosiator dengan menegaskan bahwa Indonesia
adalah negara hukum dan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum ditegaskan bahwa setiap kelompok yang akan
melakukan aksi wajib menyampaikan surat pemberitahuan kepad pihak yang
berwenang, dimana dalam surat pemberitahuannya dijelaskan secara detail terkait
tema aksi, bentuk akasi, jumlah masa
aksi, rute aksi, dan lain sebagainya. Selanjutnya kewajiban pihak kepolisan
adalah menerbitkan STTP sesuai dengan surat pemberitahuan yang diberikan oleh
pihak yang akan melakukan aksi. Menyangkut puasa adalah bagian dari tolerasansi
sevagai umat beragama dimana hal itu tidak diatur secara jelas dalam hukum.
Berdasarkan dua penjelasan itu LBH Yogyakarta menyatakan dengan tegas agar
pihak kepolisian resort kota yogyakarta melalui Kabag OPS dilarang membatasi
aksi GRPB sebab jika Polresta Yogyakarta terus menghambat maka secara jelas dan
terang-terang Polresta Yogyakarta melanggar Hak Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum yang dimiliki oleh masa akasi GRPB. Meskipun demikian
Kabag OPS Polresta Yogyakarta terus menghambat dengan alasan hawatir akan ada
ancaman dan menegaskan bahwa pihaknya hanya memberikan kesempatan kepada GRPB
untuk melakukan aksi di depan asrama mahasiswa papua. Negosiator dari LBH
Yogyakarta mempertanyakan ancaman yang dimaksudkan Kabag OPS Polresta
Yogyakarta seperti apa dan dari pihak mana ?, namun Kabag OPS Polresta
Yogyakarta tidak menjawab dan jsutru mengtakan bahwa dirinya tidak mengatakn
ancaman. Padahal keterangannya didengar oleh semua pihak yang ada disitu
termasuka anggota polisi lainnya. Negosiator menegaskan bahwa berdasarkan surat
pemeberitahuan disebutkan bahwa akasi GRPB akan dilakukan secara damai sehingga
jika ada ancaman sebagaimana yang dimaksudkan Kabag OPS Polresta Yogyakarta
maka itu menjadi tugas pihak kepolisan untuk menahan dan menangkap pihak-pihak
yang melakukan aksi yang bertujuan untuk mengancam aksi GRPB.
Selanjutnya masa aksi GRPB dengan pandangan bahwa aksi tanggal 16
Juni 2016 dilakukan mengunakan mekanisme UU Nomor 9 Tahun 1998 maka masa akasi GRPB terus
merengsek ke jalanan untuk melakukan aksi long marc ke nol kilo meter sesuai
dengan yang direncanakan dan yang telah disampaikan kepada pihak kepolisian.
Situasi itu sempat disikapi oleh Kabag OPS beserta anggota polisi dari bagian
sabhara dengan cara menghadang masa aksi GRPB sehingga kondisi jalan umum
sempat macet bahkan ada sebuah bus trans jogja diarahkan untuk parkir di
halaman hotel fave.
Saat Aparat Polresta Bagian Sabhara Menghadang Massa GRPB
Masa aksi terus merengsek masuk menutupi ruas jalan sebelah kiri
dan mengambil barisan empat beresab kebelakang untuk melakukan long marc, tanpa
disadari secara tegas Kabag OPS Polresta Yogyakarta memerintahkan seluruh anank
buahnya membuka blokade didepan masa dan mengarahkan agar masa aksi GRPB
melakukan aksis secara teratur hingga ke titik nol sesuai dengan surat
pemberitahuannya.
Dalam
perjalanan menunju titik nol masa akasi melakukan orasi-orasi politi oleh
perwakilan organ yang terlibat dalam Aksi GRPB dan juga meneriaki yel-yel
sesuai dengan kreatifitas kordinator lapangan dan dinamisator lapangan. Masa
aksi GRPB juga mengambil jalan dibagian sebelah kiri dan memberikan jalan
sebagian ruas jalan untuk penguna jalan lainnys sehingga kondisi aksi berjalan
terkendala tanpa kemacetan apapun. Khusus pada bagian-bagian yang terdapat
lampu merah dibantu oleh pihak kepolisan dari bagian satuan lalu lintas
sehingga semuanya berjalan tanpa kemacetan apapun hingga di titik nol.
Saat dititk
nol masa aksi mengambil posisi pada bagian tengah dan membentuk lingkaran
sambil memberikan ruang bagi aktifitas kendaraan umum lainnya sehingga para
penguna jalanm umum di kawasan nol kilometer berlalu lalang sebebas-bebasnya.
Disana masa akasi melakukan orasi-orasi politik sesuai dengan pembacaan
masing-masing pihak yang berorasi intinya tentang perampasan SDA Papua,
tindakan militerisme indonesia terhadap bangsa papua dan mengusulkan
penyelenggaran Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua sesuai dengan
prinsip-prinsip yang dijamin dalam hukum internasional untuk mengakhiri konflik
politik anatara indonesia dan bangsa papua yang telah menelan jutaan bahkan
miliaran korban jiwa dan harta benda.
Pada saat
masa aksi GRPB melakukan orasi-orasi, Kabag OPS Polresta Yogyakarta beserta
anggotanya dari satuan sabhara kembali mendekati masa aksi dan berusaha
mengambil poster aksi yang digunakan oleh masa aksi sehingga situasi aksi
sedikit tidak kondusif, namun kondisi itu mampu diatasi oleh kedewasaan masa
aksi dengan memilih akan mengamankan poster aksi yang memicu sikap arogan Kabag
OPS Polresta Yogyakat.
Setelah Kabag OPS Polrest Yogyakarta Ingin Mengambil Poster Aksi
Selanjutnya masa aksi terus meneriaki yel-yel dan bahkan
menyayikan lagu-lagu penyemangat aksi sehingga aksi berlagsung dengan meriah
dan terkendali karena semua kendaraann juga berjalan dengan nayaman tanpa
kemacetan.
Pasukan Brimob Polda DIY Yang disiagakan saat aksi GRPB
Setelah
semua orasi dari perwakilan prodem selesai maka kordinator lapangan mengarahkan
semua masa aksi untuk berdiri dan saling berpegang tangan karena akan dibacakan
pernyataan sikap aksi GRPB. Selanjutnya kordinator umum akasi mebacakan
pernyataan sikap, namun saat pernyataan sikap berlangsung Kabag OPS Polresta
Yogyakarta beserta anankbuhnya mendekati masa aksi dan berusaha mendobrak masa
aksi untuk masuk dengan alan ingin mengamankan poster.
Saat Penyataan Sikap Kabag OPS Polresta dan Anak Buahnya Mencoba
Meprofokasi Aksi
Hal itu membuat kondisi yang tidak nyaman dan secara langsung
menghentikan proses pernyataan sikap yang sedang dibacakan. Agar aksi tetap
berjalan dengan kondusif sehingga masa aksi memberikan 2 (dua) buah Poster kepada pihak kepolisian dan situasi kembali
kondusif selanjutnya kordum kembali melanjutkan pembacaan pernyataan sikap dan
selanjutnya aksi ditutup dengan doa. Berikut isi pernyataan sikapnya, Gerakan
Rakyat Papua Bersatu [GRPB] Menuntut : “Berikan Hak
Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua”, Serta menyatakan sikap :
1.
Mengecam
Tindakan Represif Aparat TNI-Polri, Terhadap Aktivis KNPB, Mahasiswa dan Rakyat
Papua
2.
Dukung ULMWP
Menjadi Anggota Penuh di Melanesian Spearhead Group (MSG)
3.
Menolak Tim
Pencari Fakta Buatan Jakarta Turun Ke Tanah Papua
4.
Tarik Militer
Organik dan Non Organik Dari Seluruh Tanah Papua
5.
Tutup Seluru
Perusahaan Asing Yang Ada Diatas Tanah Papua
6.
Berikan Ruang
Demokrasi Se Luas-luasnya Bagi Rakyat Papua
Yogyakarta,
16Juni 2016
Gerakan Rakyat
Papua Bersatu
[GRPB]
Setelah pembacaan pernyataan sikap yang diwarnai dengan tindakan
arogansi oleh Kabag OPS dan anggotanya, masa aksi GRPB melalukan long marc
hingga ke asrama mahasiswa papua dengan teratur hingga ke asrama.
Masa
Aksi GRPB, Kembali Ke Asrama Mahasiswa Papua
Meskipun
aman dan teratur namun long marc ke asrama mendapatkan pengawalan oleh 4
(empat) buah truk polisi dan 2 (dua) mobil polisi serta beberapa anggota polisi
mengunakan beberapa motor lengkap dengan laras panjang yang mengikuti
dibelakang masa aksi sehingga kondisi itu sempat menganggu aktifitas kendaraan
yang akan melintas nol kilo meter ke arah
timur, intinya hal itu berbeda dengan kondisi sebelumnya sebab
sebelumnya tidak dikawal oleh anggota polisi.
Setiba di
asrama makasiswa papua masa aksi GRPB yang tergabung dari berbagai organ prodem
yang berdomisili di Yogyakarta itu, kemua beristirahat selama beberapa waktu
dan selanjutnya bersolidaritas ke dalam aksi menolak keterlibatan freeport
dalam acara art jog dan aksi 16-an untuk udin didepan gedung agung yogyakarta.
Dimana kedua aksi itu juga berlangsung dengan aman, nyaman dan damai.
Aksi Untuk Wartawan Udin 16-an Perbulan
Aksi Aliasi Boikot ART JOG
Hati-Hati Dengan Media Sosial Profokatif Untuk Membangun Rasisme
Pemberitaan
yang dilansir media online www.detak.co,
berjudul Aksi Dukung Referendum di Jogja Disoal, www.redaksikota,com berjudul LSM DIY Sesalkan Aksi
Aktivis Papua Barat yang Dianggap Gerakan Separatis, www.ayonews.com berjudul Jangan Ganggu Yogya yang Ramah & Toleran, Aksi Dukung
Referendum Papua Harus Ditindak Tegas dan diteruskan oleh media
online www.komnas-tpnpb.net
berjudul Forum LSM DIY Tolak Aksi Dukung Referendum
Mahasiswa Papua di Yogya diragukan
kebenarannya dan mesti dipertanyakan sebab
pemberitaannya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dan bahkan pilihan
narasumbernya tidak jelas.
Setelah
dikonfirmasi kepada ketua Forum LSM Yogyakarta ternyata beliau mengatakan bahwa
Tutik Purwaningsih sudah tidak aktif lagi sebagai sekertaris Forum LSM
Yogyakrta, menurut data yang diperoleh beliau menjabat sebagai sekertaris
mendampingi benny susanto dimas periode tahun 2012 – 2015,[1] sementara kemomentraya diberikan
pada tahun 2016 (dimana priode kepengusurannya sebagai sekertaris sudah
melewati waktu). Selain itu salah satu narasumber lagi yang bernama Ahmad
Zakaria dan organisasi FYD merupakan sebuah orang yang sampai saat ini tidak
pernah tampil dalam gerakan perjuangan demorasi secara damia yang bisanya
diperjuangkan oleh aktifi pro demokrasi di yogyakarta. Selanjutnya Viktor
Nasition atau Viktor Wadan yang disebutkan mewakili LSM Untuk Papua secara
diragukan keterangannya mewakilis siapa dan untuk apa.
Berdasarkan
inti keterangan yang dilontarkan masing-masing pihak bermuatan rasisme dan tuduhan
separatis sebab faktanya dalam pernyataan sikap dijelaskan sebagaimana dalam
poin-poin pernyataan sikap diatas. Selanjutnya menyangkut tema Hak Menentukan
Nasib Sendiri saja sudah berbeda secar definisi antara kedua kata tersebut dan
juga unsur-unsur dari kedua katapun memiliki unsur yang berbeda. Selanjutnya
pernyataan terkait ramah dan toleran yang ditujuak kepada GRPB dengan titik
tekap pada papua secara langsung telah menunjukan pandangan rasisme dan
melaluinya seakan melindungi sikap kelompok intoleran dan menuduh papua sebagai
pihak yang tidak ramah dan tidak toleran.
Selanjutnya
dengan penyebutan komando dan nakodai dengan beberapa inisial yang disebut itu
sendiri terkesan berbeda dengan fakta yang ada, dimana dalam Surat
Pemberitahuan dan Surat Tanda Terima Pemberitahuan disebutkan bahwa kordinator
umum adalah Yiginua Kossai bukan seperti yang disebutkan dalam pemberitaan
keempat media diatas sehingga terkait inisial yang yang disebutkan didalam
media diatas merupakan fitnah dan masuk dalam kategori pelanggaran hukum.
Selain itu dari media yang disebutkan secara eksistensi berdasarkan pengakuan
rekan-rekan wartawan bahwa eksistensinya tidak jelas dan wartawannya juga tidak
jelas.
Berdasarkan
pada keterangan diatas sudah dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan diatas
adalah penyataan yang tidak jelas dan tidak objektif serta sarat akan
diskriminasi rasial dan fitnah sehingga sudah sepantasnya pemberitaan itu
dikesampingkan saja demi perjuangan demokrasi yang masih panjang jalannya dan
sangat berliku-liku. Selain itu dengan penyebutan inisial diatas secara jelas
menunjukan siap aktor dibalik pemberitaan itu dan apa maksud dari pemberitaan
tersebut dan melaluinya dapat disimpulkan bahwa media-media dimaksud adalah
corong profokatif yang bertujuan untuk membungkam ruang demokrasi dan
menciptakan konflik sosial di yogyakarta.
Kemenangan Dalam Pertarungan Demokrasi Di Yogyakarta
Berdasarkan
realitas aksi masa tanggal 16 Juni 2016, dimana terlihat ada tiga aksi yang
dilakukan pada tiga tempat dan waktu yang berbeda-beda dan isu yang berbeda
pula di yogyakrta yang sukses dilakukan dengan damai dan terkendali itu
menunjukan kemenangan kecil dalam sejarah perjuangan demokrasi dalam tahun
2016.
Situasi itu
dan semagatnya perlu dipupuk dalam gerakan demokrasi sebab pengalaman
sebelumnya telah menunjukan situasi pembungkaman ruang demokrasi yang riel
secara sistematik dan struktural sebagaimana tercermin dalam isu-isu yang
digembar-gemborkan oleh elit pusat seperti belah negara, prokxy war, dan
diskriminasi sara.
Fakta
pembungkaman kebebasan ekspresi dan ruang demokrasi di yogyakarta dan papua
dalam rentan tahun 2016 membuktikan bentuk nyata represifitas yang dirancang
secara ssitematik dan struktural dari pusat sampai daerah dengan bantuan milisi
sipil reaksioner yang belum pernah dijamah oleh hukum. Selan itu dengan
penciptaan kondisi sosial melalui pengrudukan oleh kelompok intoleran serta
spanduk yang menanamkan nilai-nilai orba yang telah mencabut miliaran nyawa
melalui isu anti komunis yang dipampam dibeberapa sudut kota di propinsi DIY
juga mampu mengalang dukungan dari warga untuk mengambil langkah yang mengarah
pada pencederaan nilai-nilai hukum dan HAM maka sudah saatnya masyarakat sipil
yogyakarta bersatu untuk merawat kenyamanan bersama dan menghindari
bujukan-bujukan dari pihak yang tidak bertanggungjawab dan menginginkan
ketidaknyamanan melalui isu anti komunis, anti agama tertentu, anti pendatang,
rasisime dan lain sebagainya.
Pada
prinsipnya akasi tanggal 16 Juli 2016 merupakan sebuah kemajuan dalam
perjuangan demokrasi di yogyakarta setelah aksi melaporkan Kompol Sigit
Hariyadi atas tindak pembungkaman ruang demokrasi dan pelanggaran kode etik
kepolian dalam membubarkan diskusi dan pemutaran video dokumenter tentang pulau
buruh tanah air beta yang di kantor AJI Yogyakarta kepada Polda DY yang
dihadang oleh ormas Intoleran di Markas Polda DIY (Mei 2016),[2] dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi menentang deklarasi anti LGBT
yang dilakukan oleh ormas Intoleran yang dilakukan oleh Solidaritas Perjuangan
Demokrasi (April 2016),[3] dan dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi menentang aksi Polisi dan
Ormas yang membubarkan kegiatan Ledy Fast dan menyegel Survive Garage yang
berujung pada perubahan perjanjian sewa menyewa rumah antara pegelola Survive
Garage dan Pemilik Rumah (April 2016),[4] dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi dan hukum di yogyakarta setelah tindakan
pelaporan atas tindakan siar kebencian yang dilakukan oleh FJI terhadap Ponpes
Al Fatah kepada Polsek Banguntapan Bantul namun ditolak oleh Kepolisian
Setempat (Februari 2016)[5] dan merupakan sebuah kemajuan dalam perjuangan
demokrasi dan hukum di yogyakarta pelaporan atas tindakan rasisme dan siar
kebencian yang dilakukan oleh kordinator umum FJAS kepada pihak Polda DIY (tanggal
10 Desember 2015),[6] dan
merupakan sebuah kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi Fron
Perjuangan Demokrasi mempertahankan ruang demokrasi dalam kampus untuk diskusi
dan nonton bareng Film Senyap (Maret 2015),[7] dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi Mahasiswa Menolak Kenaikan
Harga BBM dengan cara mempertahankan pertigaan revolusi (pertigaan timoho dan
jalan solo) dari represifitas aparat (November 2014),[8] dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi Aliansi Mahasiswa Papua
bertahan melawan tindakan pembungkaman ruang demokrasi dan kekerasan yang
dilakukan oleh Faksi Katon (Juli 2014),[9] dan merupakan sebuah
kemajuan dalam perjuangan demokrasi setelah aksi Makario mendeklarasikan Jogja
Darurat Kekerasan (2013).[10]
Dengan
demikian maka disimpulkan bahwa aksi tanggal 16 Juni 2016 yang dilakukan oleh
organisasi pro demokrasi yang tergabung dalam GRPB adalah satu kesatuan dari
perjuangan merebut ruang demokrasi yogyakarta dari virus militerisme yang
sedang menjangkit aparat kemanan dan ormas tertentu di yogyakarta. Berdasarkan
dengan itu secara tegas diatas kemenangan kecil itu ditegaskan bahwa pandangan
sempit dan rasisme serta sok Ahli Hukum Pidana gadungan yang ditunjukan oleh Tutik
Purwaningsih, Ahamad Zakaria dan Viktor Nasition atau Viktor Wedan mengunakan
teknik pencatutan nama organisasi dan bahkan mengunakan nama organisasi yang
tidak jelas eksistensinya sebagaimana dalam pernyataan pada beberapa
mediaonlien abal-abal itu menunjukan bahwa ketigannya adalah aktivis abal-abal
pula sebab seorang aktivis sejati dapat bersolidaritas dalam segala hal yang
menurutnya terdapat ketidak adilan bukannya menilai tanpa melakukan sesuatu
diatas kondisi kebebasan berekspresi dan berdemokrasi yang kian dipenjarakan
diseluruh indonesia dan khususnya di yogyakarta.
“Gunakan Kebebasanmu Untuk Mendukung
Perjuangan Kami”
Aung Sang Suki
(Anggrek Besi dari Burma)
[1] Baca : http://forumlsmdiy.blogspot.co.id/2012/02/dewan-pengurus-forum-lsm-diy-periode_29.html
diakses pada tanggal 1 Juni 2016, (13:38)
[2]http://regional.kompas.com/read/2016/05/04/05153321/Kronologi.Pembubaran.Paksa.Pemutaran.Film.Pulau.Buru.Tanah.Air.Beta.di.Yogyakarta
diakses pada tanggal 1/7/2016, (13:54) dan http://jateng.metrotvnews.com/read/2016/05/05/523948/aji-yogya-adukan-pembubaran-paksa-diskusi-ke-komnas-ham
diakses pada tanggal 1/7/2016, (13:56)
[3] http://nasional.news.viva.co.id/news/read/739537-aksi-pro-dan-kontra-lgbt-bersamaan-nyaris-bentrok-di-yogya
diakses tanggal 1/7/2016, (13:58)
[4]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160403_indonesia_diskusi_perempuan_bubar_ormas diakses tanggal 1/7/16, (14:47)
[5] http://www.lbhyogyakarta.org/2016/03/penyegelan-dan-penutupan-ponpes-waria-al-fatah-merupakan-pelanggaran-hak-beragama-dan-berkeyakinan/ diakses tanggal 1/7/2016, (14:09)
[6] http://www.fak-fak.com/2015/12/peringati-hari-ham-ipma-papua-siap.html dan http://radiosuaradogiyaifm.blogspot.co.id/2015/12/ipma-papua-diy-spanduk-sebar-kebencian.html
diakses pada tanggal 1/7/2016, (14:18) dan http://www.arahjuang.com/2015/12/21/front-perjuangan-demokrasi-mengecam-tindak-diskriminasi-ham-oleh-front-jogja-anti-separatis/ diakses tanggal 1/7/2016, (14:19)
[7] https://m.tempo.co/read/news/2015/03/11/058649045/meski-diancam-mahasiswa-uin-yogya-tetap-nobar-film-senyap diakses tanggal 1/7/16, (14:27)
[8] http://news.detik.com/berita/2751718/demo-bbm-di-yogya-rusuh-mahasiswa-rusak-dan-nyaris-bakar-pos-polisi diakses tanggal 1/7/16, (14:31)
[9] http://jogja.tribunnews.com/2014/07/15/aksi-amp-kembali-dihadang-anggota-paksi-katon diakses tanggal 1/7/16, (14:35)
[10] https://m.tempo.co/read/news/2013/11/07/058527781/deklarasi-darurat-kekerasan-di-yogyakarta diakses tanggal 1/7/16, (14:39)