50 Tahun Kolonialisme Indonesia
Telah Menciptakan Kekuatan Nasionalisme Papua
“Pertanyaan Bagi Imprealisme
Internasional dan Peluang Bagi Sosialis”
Gambaran Umum
50 Tahun sudah Negara
Kolonialisme Indonesia
menjajah Tanah Papua terhitung sejak tanggal 1 Mei 1963 sampai dengan 1 Mei
2013 ini. Dalam kurun waktu 50 Tahun Indonesia telah berhasil menjarah habis
kekayaan alam papua, mencabut sekian ratus juta hak hidup orang papua, membunuh
jati diri orang papua (budaya/adat), dan menutup rapak Hak Politik Bangsa Papua
untuk menentukan sikapnya sebagai suatu bangsa yang beradab dan berdaulat
secara politik sebagai suatu bangsa yang Merdeka.
Sudah menjadi rahasia
internasional bahwa Bangsa Papua telah mendeklarasikan Negara West Papua pada
tanggal 1 Desember 1961, peristiwa tersebut juga telah diakui oleh Pemerintah
Kolonialis Indonesia berdasarkan Poin Pertama Tugas Pokok Trikora yaitu “Membubarkan
Negara Boneka Papua Buatan Kolonial Belanda”, yang dikomandangkan Soekarno
pada tanggal 19 Desember 1961. Trikora yang dicetuskan Soekarno itu kemudian
dijadikan sebagai “Mesin Pembunuh” oleh
negara kolonialis Indonesia untuk melancarkan Tindakan Agresi Militer terhadap Bangsa Papua selama 50 tahun
lamanya sehingga telah menelan sekian ratus juta jiwa korban, serta melalui Sistim
Binominal
ABRI dimana militer memegang dua peran dimana sebagai Pemimpin Pemerintah dan sekaligus
sebagai Komandan Perang yang
dibungkus rapih didalam status Daerah Operasi Militer (DOM) atas Seluruh
Wilayah Tanah Papua yang menjadikan semua tindakan militer disana terencana,
sistematis, dan terstruktur rapih diatas kepentingan ekonomi dan politik Negara
Kolonialis Republik Indonesia atas wilayah papua.
Pembunuhan Jiwa Orang
Papua (Budaya/Adat) dilancarkan oleh negara kolonial indonesia
terhadap Bangsa Papua dilakukan mengunakan pendidikan dengan cara menetapkan sistim
kurikulum yang diseting dari jakarta
dan diterapkan diseluruh sekolahan baik swasta dan negeri yang tersebar ditanah
papua. Alternatif tersebut menjadi “Sarana
Pengembangan Hegemoni Politik Indonesia
Atas Bangsa Papua” sehingga mereka telah sukses melahirkan/menciptakan Orang
Papua Indonesia (PAPINDO) yang bermental kulih (tahunya mengerjakan pikiran
orang lain), dan berjiwa komsumtif (tahunya menikmati hasil karya orang lain), serta
buta akan jati dirinya.
Seluruh tindakan negara
kolonial Indonesia mencapai kesuksesan karena didukung oleh negara imperialis Amerika
Serikat dengan cara mengusulkan Proposal Penyelesaian Sengketa Politik antara Negara
Kolonial Indonesia dan Belanda atas Seluruh Wilayah Papua kepada Perserikatan
Bangsa Bangsa yang selanjutnya disahkan menjadi Perjanjia Internasional yang
dikenal dengan New Yoork Agreemend pada
tahun 1962 melalui duta besar Amerika Serikat untuk PBB Eswold Bunnker, serta menyediakan
peralatan perang bagi militer indonesia, memberikan pelatihan bagi militer
indonesia, dan mendanai biaya agresi militer indonesia atas tanah papua
berdasarkan kepentingan Amerika Serikat atas kekayaan alam yang terkandung di Tanah
Papua. Semua tindakan negara imperialis Amerika Serikat dijadikan hutang
politik bagi negara kolonial indonesia yang akhirnya dilunasi dengan dilaksanakannya
Penandatangganan Kontrak Karya PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper pada
tanggal 7 April 1967 pada saat status wilayah papua masih dikategorikan sebagai
wilayah Sengketa Internasional berdasarkan New Yoork Agreemend yang akan
berakhir pada tahun 1969. Kenyaan itu kini mulai nyata di depan mata publik
internasional khususnya rakyat Indonesia
yang telah dibutakan oleh sistim dan tokoh-tokoh nasionalnya yang licik,
serakah, dan dictator itu. Kondisi itu sekarang telah membuka Tabir Nista Amerika
Serikat dan mulai mununjukan Kebusukan
Luka Lama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang telah mengorbankan Nasib
Bangsa Papua demi memenuhi kepentingan Imperialisme Amerika Serikat.
Dengan memanfaatkan sistim
pememerintah Negara Kolonialis Indonesia kemudian merekayasa pelaksanaan Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) atau REFERENDUM dengan mengunakan “Sistim Musyawara Untuk Mufakat” ala Negara Kolonialis Indonesia yang tidak sesuai atau tidak sesuai
dengan Prinsip Internasional yang telah termuat dalam New Yoork Agreemend yaitu “Satu
Orang Satu Suara”. Rekayasa PEPERA itu dilakukan dengan cara membentuk Dewan Musyawara PEPERA atau yang
diistilahkan dengan “DEMUS PEPERA” dimana
seluruh anggotanya adalah Abdi Negara Kolonialis Indonesia (PNS) yang tunduk
dibawah sistim kolonialisme Indonesia .
Semua kebusukkan Negara
Kolonialis Indonesia terlihat secara praktek pada pelaksanaan PEPERA 1969 yang terpasung dibawah
bayang-bayang militerisme sesuai Kepentingan Politik Negara Kolonialis
Indonesia sehingga hasil yang diperoleh adalah Papua Bergabung Ke Dalam Negara
Kolonialis Indonesia. Walaupun demikian scenario politik negara kolonialis
republic Indonesia atas wilayah papua tidak mampu memutuskan nasionalisme yang
telah mengakar dalam diri orang papua selama sekian ribu tahun lamanya sebelum
hadirnya orang asing yang telah dimanifestasikan dalam bentuk negara West Papua
pada tanggal 1 Desember 1961 dan telah menunjukan sikap protes terhadap
tindakan kebiadaban Negara Kolonialis Republik Indonesia pada tanggal 28 Juli
1965 dengan cara menyerang markas militer Kolonial Indonesia di pegunungan
Airfai (Manakwari), serta aksi protes pemuda mahasiswa papua didepan kediaman
Mr. Ortizan Zans Perwakilan pemerintah sementara Perserikatan Bangsa Bangsa di
holandia (Jayapura) dua peristiwa itu menjadi bentuk nyata sikap protes orang
papua atyas ketidakadilan Negara kolonialisme Indonesia dan Amerika Serikat
sebagai pemimpin Imperialisme Internasional yang telah memanfaatkan PBB untuk
memenuhi kepentingan ekonomi politiknya atas tanah papua. dua peristiwa itu
juga selanjutnya menjadi siprit bagi perjuangan nasionalisme papua selanjutnya
yang kondisinya telah tumbuh, mengakar, dan berkembang semakin subur nan membesar bagaikan
suburnya hutan papua yang belukar dan menghijau dalam diri semua Anak Bangsa
Papua tanpa perbedaan.
Nasionalisme Papua dalam Pusaran Imperialisme AS dan
Kolonialisme Indonesia
Nasionalisme Bangsa Papua
telah terbangun sejak pertamakali Orang Papua diciptakan dan ditetapkan di atas
Bumi Papua, orang Papua mengalami peruban sosial secara murni dengan kondisi
alam Papua di wilayah ulayatnya masing-masing. Berdasarkan kenyataan itu sehingga
di seluruh Tanah Papua tidak pernah ditemukan Peperangan Suku yang dipicu
karena pendudukan suatu wilayah yang bukan menjadi haknya. Dalam pandangan adat
mereka sangat tahu dari mana mereka berasal, dan darimana asal usul mereka
kenyataan itu menjadi rahasi umum mereka yang tidak diketahui orang lain.
Isu terkait masih ada
suku bangsa kanibal yang digembar gemborkan penduduk sekitar pulau papua yang
dimulai sejak abad VI menakut nakuti orang luar untuk masuk kewilayah papua,
kondisi itu hanya semakin mengentalkan Pandangan
Nasionalisme Papua secara Tradisional
antara satu dan lainnya disana. Nasionalisme itu dibuktikan dengan kenyataan
hidup orang papua yang saling mengetahu, melindungi, dan memelihara batas
wilayah ulayat masing-masing masyarakat adat disana sampai sekarang. Dalam
struktur sosialnya orang papua menganut Sistim Patrilineal yang disimbolkan
dalam bentuk Marga/Fam sehingga hubungan sosialnya dapat diketahui dengan baik
dan tersistematis. Walaupun dalam kondisi patrilinear, namun kedudukan wanita
sangat dihargai dan dilindungi. Bentuk penghargaannya adalah adanya nilai mas
kawin / harta nikah yang ditetapkan atas diri seorang perempuan, serta lebih
jauh dan luas lagi adalah seluruh tanah di papua disimbolkan sebagai Mama / Ibu
/ Perempuan.
Pengetahuan akan batas Wilayah
Ulayat serta pandangan tanah yang disimbolkan sebagai “Mama Papua” diatas yang
kemudia menciptakan Hubungan Produksi antara Orang Papua dan Alam sektar sebagai
alat produksinya.
Perjalanan Nasionalisme
Papua dari setiap masyarakat adat diseluruh wilayah ulayatnya hingga mencapai
puncaknya pasca diterapkan Kebijakan
Politis Etis Belanda yang diwujudkan oleh Van Ecound (Gubernur Nederland
Nieuw Guinea) dengan mendirikan sebauh Sekolah Pamong (Besture Scool) dikta
nica (Kampung Harapan, Jayapura) untuk mendidik Putra-Putri Pribumi Papua dengan
tujuan untuk mewujudkan “Program
Papuanisasi”. Dalam sekolah tersebut putra-putri papua diajarkan untuk
berorganisasi yang diwujudkan dengan dibentuknya Organisasi Dewan Suku (DEMSUK)
sesuai dengan asal-usul masing-masing siswa.
Politik etis itu kemudian
mencapai puncak pasca dibukannya ruang politik dalam Sistim Pemerintahan
Belanda yang ditandai dengan pembentukan
Nieuw Guinea Read atau Dewan Nieuw Guinea yang beranggotakan Putra-Putra
Papua yang telah didik pada Sekolah Pamong diatas, melaluinya mereka diberikan
ruang untuk membentuk Komite Nasional
Papua yang bekerja untuk membentuk : Perangkat Negara West Papua (Lambang
Negara, Bendera, dan Lagu Kebangsaan Negara West Papua), serta mereka menentukan
Hari Pendeklarasian Negara West Papua. Akhirnya Negara West Papua dideklarasikan
pada tanggal 1 Desember 1961, peristiwa tersebut yang menjadikan momentum
lahirnya semangat Nasionalisme Bangsa
Papua secara Politik setelah
berefolusi dari Nasionalisme Tradisional
Pribumi Papua sesuai adat diseluruh
wilayah Ulayat West Papua.
Amerika Serikat sebagai Pemimpin
Negara Kapitalis Internasional yang saat itu sedang berperang melawan Negara
Komunis yang dikenal dengan istilah Perang Blok Barat dan Blok Timur, telah
meraup sekutunya sebanyak mungkin untuk menumbangkan Komunisme yang sedang
subur diwilayah ASEAN (Jepang) salah satunya adalah Belanda. Dengan hubungan Ekonomi
Politik yang telah terbangun itu Amerika Serikat seakan mendapatkan ruang untuk
mendikte Pemerintah Belanda agar menyingkir dari wilayah West Papua dan
memberikan wilayah tersebut kepada Pemerintah Indonesia melalui perantaraan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), motifasi Amerika Serikat yang picu akan atas
temuan canangan emas terbesar didunia yang terdapat dipegunungan jayawijaya
atau yang dijuluki Greesbert oleh Jean Jacques Dozy dari Belanda pada
tahun 1936, dan sudah dipastikan oleh ahli geologi: Forbes Wilson dari
Organisasi Freeport dari Amerika dengan melakukan ekspedisi kewilayah pedalam Papua
pada tahun 1960.
Soekarno sebagai Pemimpin
Negara Kolonialis Indonesia memang sejak awal kemerdekaanya telah menunjukan sikap
tegas sebagai negara kolonialis yang siap mengkoloni wilayah West Papua sangat
nampak dari pandangan-pandangannya dalam Sindang Umum Badan Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada agenda penentuan batas Wilayah Negara
Indonesia sempat berdebat dengan wakilnya (Moh.Hatta) dimana Soekarno menegaskan
bahwa berdasarkan Kepentingan Politik dan Ekonomi sehingga wilayah Papua wajib
dimasukan kedalam NKRI sedangkan Hatta menjelaskan bahwa atas dasar penghargaan
terhadap Hak Asasi Manusia dan Demokrasi serta perbedaan Rumpun dimana Bangsa
Papua adalah “Rumpun Malanesia” sedangkan
Bangsa Indonesia adalah “Rumpun Malayu” maka
“Biarkanlah Bangsa Papua menentukan
nasibnya sendiri sebagai sebuah bangsa dikemudian hari”. Pernyataan Hatta ditentang
oleh Soekarno dengan memberikan rasionalisasi kepada peserta sidang atas dua
latar belakangnya untuk meraup dukungan dimana soekarno menjelaskan bahwa : kondisi
tingginya kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi Papua akan dijadikan bekal
hidup bagi generasi bangsa Indonesia yang akan datang, sedangkan posisinya yang
strategis secara geografis dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan untuk
menghalau masuknya peselancong asing dari arah pasifik dan sekaligus menjadi
pentu gerbang masuk dan keluar bagi pihak asing dan Indonesia untuk menciptakan
hubungan ekonomi dengan demikian secara politik Indonesia akan kuat dan tidak
akan terkalahkan. Rasionalisasi itu seakan menghipnotis semua akal sehat
objektif semua peserta sehingga mendapat respon positif dan menyepakati usulan
soekarno dengan cara foting. Dengan penuh penyesalannya Hatta menyimpulkan
bahwa : Negara Indonesia yang
baru saja mau merdeka ini telah menjadi Negara Kolonialis Baru (New Colonialis)
yang akan menjajah wilayah lainnya (West Papua ).
Berdasarkan kesimpulan
sidang umum BPUPKI diatas akhirnya menjadi Program politik nasional Negara
Kolonial Indonesia sejak awal kemerdekaannya dan menjadikan wilayah papua
sebagai wilayah target kolonialisme Indonesia yang terus diperjuangkan dengan
sekian cara baik kompromi internasional dalam Konferensi Meja Bundar (KMB),
Konferensi-konferensi lainnya, agresi militer secara penyusupan, memasukan
wilayah papua secara sepihak kedalam atministrasi wilayah Negara Kolonialis
Republik Indonesia, serta memasang beberapa intelektual Indonesia yang gunakan
Belanda sebagai tenaga dan bahkan tahanan seperti Sugoro, dan Sam Ratulangi
untuk menanamkan bibit nasionalisme dalam diri beberapa intelektual papua yang
kemudian menjadi Orang Papua Indonesia (PAPINDO).
Sikap politik Negara
Kolonialis Indonesia atas wilayah papua juga ditegaskan kembali oleh beberapa Petinggi
Militer Indonesia pada waktu itu dimana “Ali Murto (Panglima TNI), dan Sarwo
Edhi Wibowo (PANGDAM TRIKORA / Bapak Mantu Susilo Bambang Yudhoyono) dalam
pernyataannya bahwa : mimpi orang papua untuk mendirikan Negara Malanesia Barat
atau Negara West Papua adalah satu hal yang tidak mungkin terjadi sehingga
untuk mewujudkannya itu silahkan mereka mengirim surat ke Tuhan-nya agar dia
bisa memberika tanah kosong dibulan ataukah di sebuah pulau yang kosong dan agar
mereka dapat mendirikan negaranya disana, sebab Negara Indonesia tidak
membutuhkan Orang Papua, kami hanya membutuhkan kekayaan alamnya saja.
Dengan tujuan politik
umum nasional Indonesia dan dikuatkan lagi oleh tugas pokok TRIKORA menjadi
ideology militer Indonesia disana sehingga telah melakukan Tindakan militerisme
yang tidak berprikemanusiaan dan telah melahirkan tindakan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan,
serta Kejahatan Agresi Militer secara sistematik yang berdampak pada “Tindakan Genosida atas Bangsa Papua” yang
dilindungi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Kondisi nyata diatas telah
menjelaskan bahwa dinamika politik yang terbangun di Tanah Papua adalah “tingginya
kepentingan negara Imperialis Amerika Serikat atas Tanah Papua yang diwujudkan
dengan menjadikan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai jembatan emas untuk
menundukan Belanda dan menciptakan Negara Kolonialisme Indonesia sebagai alat
yang dipersenjatai, dilatih, dan dibiayai untuk mewujudkan kepentingannya atas Tanah
Papua disaat Nasionalisme Bagsa Papua yang telah memuncak menjadi sebuah Negara
West Papua yang telah dideklarasikan pada tanggal 1 Desember 1961”.
Berkobarnya Api Nasionalisme Papua Ditengah Dinamika
Politik Penjajah
Dibawah tekanan
kolonialisme Indonesia
yang tidak berprikemanusia itu Api Nasionalisme Papua terus berkobar sehingga
melahirkan generasi penerus pejuangan bangsa papua yang tidak henti-hentinya
berjuang untuk menentukan sikapnya sebagai suatu negara yang telah merdeka.
Walaupun telah banyak korban jiwa yang berjatuhan, ditengah jiwa ke-Papua-an
yang sedang dirundung Hegemoni Politik
Indonesia dan arus globalisasi itu Identitas
Orang Papua yang melekat pada “Tubuh setiap anak keriting dan kulit hitam
yang berbeda dengan Kulit Sawo matang dan rambut lurus itu membuat jiwa patriot
generasi muda papua selalu berkobar-kobar bagaikan nyala api sehingga sedang,
sudah, bahkan akan mematikan dinamika politik penjajah”.
Negara Kolonialisme
Indonesia mulai kedodoran pasca tumbangnya resim Orde Baru tahun 1998 yang
ditandai dengan bangkitnya gerakan reformasi yang menciptakan tatanan kehidupan
berdemokrasi yang baru didalam negara kolonialis indonesia kian membuka ruang
bagi berkobarnya Api Nasionalisme Bangsa Papua. Pelaksanaan Kongres II (dua) Bangsa
Papua yang mengukuhkan Bapak Theys H Eluai sebagai Bapak Bangsa Papua membuat
dunia internasional semakin membuka mata atas tanah papua yang selama 32 tahun
ditutup oleh Negara Kolonialis Indonesia dibawah resim Orde Baru, dan dibawah
lilitan imprealisme Amerika Serikta.
Situasi itu kemudian
memberikan cara baru untuk Indonesia untuk melancarkan Politik Licik yang halus
namun mematikan yang diragakan melalui Sistim Pemerintahan yang ditandai dengan
diberlakukannya UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi
Papua yang didanai oleh negara-negara Kapitalis dibawah pimpinan Amerika
Serikat, serta memberikan Pemerkaran daerah baik ditingkat Propinsi dan Kabupaten
/ Kota diseluruh Papua yang tidak sesuai prosedur hukum dengan tujuan untuk
mengkotak-kotan/memecahbelah Orang Papua menjadi beberapa bagian agar dapat “Mematikan Api Nasionalisme Bangsa Papua”
sembari menguatkan “Basis Militer
Kolonoalisme Indonesia” di Tanah Papua dan membuka lahan baru bagi kehadiran
“Kapitalisme Baru” seperti Inggris
(PT. Britis Petrolen), dan Cina serta pengusaha Indonesia untuk meraup
keuntungan atas kekayaan alam Bumi Papua.
Semangat Nasionalisme
Papua yang terus berkobar-kobar itu, akhirnya membuat Negara Kolonialisme Indonesia
mengalami kesulitan untuk memadamkannya. Kesulitannya itu terjadi akibat semakin
banyaknya Generasi Penerus Bangsa Papua yang terdidik dengan sikap dan tindakan
negara kolonialis Indonesia selama ini, serta Kesadaran Nasionalisme Papua yang
terlahir kembali dalam diri setiap anak bangsa papua sehingga mereka mengetahui
dengan jelas “Sikap Busuk Impreaslisme
Amerika Serikat Dan Sikap Ketidakberadabannya Negara Kolonialisme Indonesia
Yang Tidak Ber-Pri-Kemanusiaan”. Kondisi itu benar-benar mengahancurkan
pikiran sehat Amerika Serikat dan Negara Kolonialisme Indonesia sehingga mereka
mulai menghalalkan segala cara untuk menghentikan Gerakan Nasionalisme menuju
Papua Merdeka dengan cara mengkriminalisasikan Pasal Makar (KUHP 106), berusaha
menciptakan istilah-istilah untuk memberikan identitas bagi aktifis dan Pejuang
Papua Merdeka sebagai Separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Organisasi
Papua Merdeka (OPM), dan yang sudah/sedang/akan dikembangkan adalah Teroris
dengan tujuan agar mendapatkan dasar legal bagi tindakan pelanggaran Hak Asasi
Manusia Berat terhadap Bangsa Papua secara terang-terang oleh negara
kolonialisme Indonesia sembari meraup dana segar atas isu perang terhadap Terorisme
yang dikumandangkan oleh negara kapitalis Amerika Serikat, seperti yang
diimplementasikan pada saat pembunuhan Almarhum Musa Alias Mako Tabuni oleh Tim
Detasemen 88 Anti Terorisme alis Detasemen Peneror.
Semuannya itu menunjukan
bahwa Negara Kolonialism Indonesia
mulai kehilangan akal untuk mencengkram Bangsa Papua. Kondisi kehilangan akal
itu dibenarkan sendiri oleh beberapa Tokoh Nasionalis Indonesia, diantaranya Prof. Amin
Rais, dan Advokad Senior Indonesia
Adnan Buyung Nasition bahwa :
“Cepat Atau Lambat Negara Papua
Akan Merdeka, Sebab Negara Indonesia Tidak Mampu Mengambil Hati Orang Papua”,
serta berdasarkan pengalaman bahwa “Perjuangan Orang-Orang Tertindas Selalu
Didegar Dan Berkati Oleh Tuhan”.
Dimasa kepemimpinan
Susilo Bambang Yudhoyono, Api Nasionalisme Papua mulai membakar Negara
Kolonialis Indonesia dengan buku, pidato, dan orasi-orasi yang pedis oleh
beberapa Tokoh Intelektual Papua seperti Bapak
Pdt. Benni Giay, Bapak Pdt. Socrates
Sofian Nyoman, serta dipanggun Internasional Tuan Benny Wenda sudah, sedang, dan akan membakar “Pagar Imprealisme Internasional” dengan
agenda politiknya yang dirangkum dalan “Gerakan
Rout To Freedom For West Papua” yang telah mendapat dukungan dari beberapa
negara di dunia, serta Diplomat-Diplomat Negara West Papua lainnya di Australia,
Vanuatu, Amerika Serikat, Inggris, Guyana, Senegal, Belanda, dan lain
sebagainya. Disamping itu gerakan para Petinggi
Militer Negara West Papua (TPN-OPM) yang selalu memainkan perannya sehingga mulai
melepaskan cengkraman Militerisme Indonesia, serta tidak lupa bagi seluruh
pemuda Mahasiwa/I West Papua yang selalu megobarkan semangatnya di Jalan Raya
Papua dan di Luar Papua untuk menyerukan “Tri
Tuntutan Mahasiswa Papua” (TRITUMAPA)
yaitu :
1. Tutup
Seluruh Perusahan Asing dari Tanah Papua;
2. Tarik
Militer Organik dan Non Organik Dari Seluruh Tanah Papua; dan
3. Segerah
selegarakan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua.
Dalam situasi Nasionalisme Papua yang kian memabara
ditingkat nasional west papua dan ditingkat dunia internasional itu, hanya
tersisah pertanyaan bagi kaum PAPINDO yang menjadi kaki tangan Negara
Kolonialis Indonesia seperti : “Barisan Merah Putih (BMP), Eksekuti dan
Legislatif Propinsi, Kabupaten, Kota di seluruh Tanah Papua, serta Aktifis
Pemekaran Daerah. Pertanyaannya adalah apakah anda seterusnya akan menjadi
warga negara indonesia ,
ingat bahwa hari ini anda yang sedang menahan Pemerintah Kolonialis Indonesia
karena kesetianmu atas profesimu.
Perhatiakan sikap dan
tindakan yang sedang ditunjukan oleh Pemimpin Demokrat yang baru dilantik
menjadi Gubernur Papua yang mulai melempar opini tidak objektif untuk
menyelengarakan Dialog Jakarta Papua dengan agenda kesejahteraan yang akan
diusahakan dalam 100 hari kerja Gubernur terpilih, Rencana Perubahan UU Otsus yang
akan berujung pada pelaksanaan UP4B sebagai agenda politik Partai Demokrat yang
telah diusulkan lama, serta strategi cantiknya untuk “Mencuci Tanggan” serta menutup rapat “Hubungannya dengan Perusahan Raksasa” sembari meraup hati Masyarakat
Papua yang ditunjukan dengan “Menolak
Pangilan PT. Freeport Indonesia” padahal kita tahu bahwa dana kampanyenya
adalah murni dana yang bersumber dari PT. Freeport Indonesia. Sikap kaum
PAPINDO seperti ini yang sangat disayangkan sebab mereka telah, sedang, dan
akan dibutakan dengan kekuasaan, uang, fasilitas, dan lain-lain sehingga
berpura-pura melupakan jatidirnya sebagai Anak Bangsa Papua.
Perhatikanlah Kerisauan
dan Kekawatiran Pemerintah Kolonial Indonesia
dimata dan wajah Susilo Bambang Yudhoyono karena Kemerdekaan Negara West Papua tinggal menunggu waktunya saja. Kondisi
tersebut yang akhirnya mendesak beliau untuk
menyepelekan atau bahkan meninggalkan dana rakyat miskin Indonesia terkuras
habis karena kenaikan harga BBM akibat dana negara dipakainya untuk “Membeli
Senjata dan Kelengkapan Perang Lainnya”, melakukan kunjungan kenegaraan
keberapa negara untuk menjaring dukungan negara lain agar Papua tetap dalam Negara
Koloniali Indonesia dengan beragam modus operandinya salah satunya adalah
mengadaikan pengolahan Migas Papua kepada Pemerintah Inggris (PT.BP) sehingga
beliau diberi gelar Kesatria oleh Ratu Elisabet (2012), serta dengan cara membeli
hati Orang Papua dengan dana Miliaran Juta Rupiah melalui praktek Pemekaran dan
Implementasi UP4B, dan Pembiayaan Pasukan Militer yang dikirim ke Papua setiap
tahunnya untuk menciptakan Konflik Horissontal dan bahkan Konflik Vertikal.
Kekhawatiran Susilo
Bambang Yudhoyono semakin nampak dengan jelas dalam sikapnya baru-baru ini yang
ditandai dengan disahkannya Keputusan
Presiden Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelibatan TNI dalam Pengendalian Konflik
Sosial yang merupakan perwujudan dari bentuk kekhawatirannya akan Status
Papua yang sudah mulai dekat untuk misahkan diri dengan Negara Kolonialis
Indonesia, disamping itu ditahun ini saja sudah ada beberapa Rencana usulan
Pemekaran kabupaten dan Propinsi yang digagas secara sepihak oleh Depatemen
Dalam Negeri (Depdagri) yang merupakan ator pencipta dan pemulus Konflik
Horisontal (sebagai contoh Konflik Pilkada Di Propinsi dan Kabupaten se-Tanah Papua,
serta Konflik SARA) sebagai Perwujudan Politik adu domba (Politik De Vide Et Inpera) antara
kita Orang Papua agar Kepres diatas dapat
diimplemetasikan.
Isu adanya informasi
penyerangan pada tanggal 1 Mei 2013 yang sedang digembar-gemborkan oleh PANGDAM
Trikora, serta mendapatkan respon langsung dari Presiden SBY semakin
menjelaskan bahwa Negara Kolonialis Indonesia sedang khawatir akan Nasib Papua yang
sedikit lagi mendapatkan kemerdekaannya kembali setelah sekian lama direngkut
oleh Negara Kolonialis Indonesia. Sikap Presiden SBY dan Pangdam Trikora diatas
telah menunjukan Kepada Dunia
Internasional bahwasannya telah 50 lamanya Negara Kolonialis Indonesia
melakukan pendekatan militeristik terhadap bangsa, kekayaan alam, dan tanah
papua secara struktural dan sistematik melakukan Tindakan Kejahatan Terhadap
Kemanusiaan, Tindakan Agresi Militer yang berdampak pada Tindakan Genocida Terhadap Bangsa Papua (Pemusnaan Etnis Papua Dari Muka Bumi Papua)
selama 50 Tahun lamanya (1 Mei 1963 – 1 Mei 2013).
Mengenang 50 Tahun Kolonialisme Indonesia dan
Mengandeng Buruh Pribumi Papua Menuju Kemerdekaan West Papua
Pada tanggal 1 Mei 2013
yang tinggal beberapa hari lagi segenab Tumpah Darah Bangsa Papua akan mengenag
50 tahun sudah Negara Kolonialis Republik Indonesia mencengkram “Tanah Suci Kita” West Papua dengan
pendekatan Militerisme. Setelah ditelusuri secara seksama bahwa ternyata
kekuatan Negara Kolonialis Indonesia selam 50 tahun menjajah Tanah Papua itu
terletak pada Kepentingan Ekonomi Politik Negara Kapitalis penganut paham /
Sistim Imprealisme yang selam ini Menghisap Kekayaan Alam dan Manusia Papua
(Eksploitasi) di seluruh Tanah Papua seperti PT. Freeport Mc Morand And Gold
Copper (PT. Freeport Indonesia), PT. Britis Pertrolen, PT. LNG, dan lain
sebagainya.
Sudah menjadi rahasia
publik bahwa Kondisi Ekonomi Suatu Negara selanjutnya yang akan menentukan Sikap
Politik Negara tersebut. Situasi tersebut benar-benar terimplementasi
dengan sempurna dalam hibungan ekonomi politik anatara Amerika Serikta dan
Indonesia dalam upaya kedua negara menguasai dan mengelolah tanah dan kekayaan
alam papua. jika dikontekstualkan maka dapat digambarkan sebagai berikut :
“Nasib Politik Bangsa Papua dikorbankan oleh Amerika Serikat mengunakan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan Motifasi Ekonomi Politik-nya atas
kekayaan yang terkandung dalam perut bumi Papua sehingga memberikan Wilayah
Papua sebagai Daerah Jajahan bagi Negara Kolonialisme Indonesia dengan Bantuan
Dana Perang, Peralatan Militer, dan Pelatihan Militer yang tercatat sebagai Hutang
Politik Negara Kolonialis Indonesia terhadap Amerika Serikat. Selain itu telah menjadi rahasia umum bahwa
Indonesia sendiri memiliki hutang luar negeri pada Amerika Serikat yang
jumlahnya terbilang besar dalam usahanya untuk Membangun Papua sebaga
tanggungjawab politiknya yang juga tercatat sebagai hutang politik Negara
Kolonialis Indonesia terhadap Amerika Serikat. Terlepas dari hutang yang
berkaitan dengan papua, ada pula hutan luar negeri Indonesia lainnya dengan
Amerika Serikat”.
Sekian banyak Hutang
Luar Negri Negara Kolialisme Indonesia pada Amerika Serikat diatas telah meletakan posisi Negara Kolialisme Indonesia
dibawah kaki Negara Imprealisme Amerika Serikat secara ekonomi sehingga
kebijakan politik yang sudah, sedang, atau bahkan akan dilahirkan dalam Negara
Kolonialis Indonesia tentunya akan dipengaruhi oleh Amerika Serikat sehingga
tetunya dinamika politik diindonesia sangat berpengaruh akan kondisi politik amerika
serikat, sebagai contoh ketergantungan Negara Kolonialis Indonesia terhadap
Amerika Serikat terlihat jelas pada beberapa contoh berikut ini :
·
Kasus Krisis Moneter Di Amerika Serikat yang
berdampak juga dalam Negara Indonesia pada Tahun 1999,
·
Kasus Pasca Bangkrutnya Bank Lehman Brother di
Amerika Serikat Indonesia sehingga mengalami kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
dan harga lainnya pada Tahun 2009.
Beberap contoh kasus tersebut telah
menunjukan bahwa betapa takluknya Negara Kolonialis Indonesia terhadap Amerika
Serikat secara ekonomi.
Dalam kondisi itu bila
kita kaitkan dengan Kondisi Papua secara kongkrit terjadi pada peristiwa
penandatanganan Kontrak Karya PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper milik
Amerika Serikat pada tanggal 7 April 1967 yang tidak mengakui keberadaan
masyarakat pribumi papua sehingga tidak ada satupun perwakilan masyarakat
pribumi papua yang dilibatkan dalam peristiwa penandatanganan itu. Terlepas
dari proses secara umum diketahui bahwa pada masa itu status wilayah papua masih
berstatus Sengketa Internasional namun Amerika Serikat bisa
menginterfensi dan melahirkan Kebijakan Politik dalam Sistim Pemerintah
Indonesia, selain itu berdasarkan lamanya proses eksploitasi yang dilakukan
disana maka mereka telah dan akan mendapatkan keuntungan lebih diatas
penderitaan masyarakat Papua dan diatas Nasib Politik Bangsa Papua sebagai
suatu Negara Merdeka yang dikorbankan sejak tanggal 1 Mei 1963 – sekarang
(2013).
Telah kita ketahui
bersama bahwa mayoritas buruh pada beberapa Perusahan Asing seperti PT.
Freeport Mc Morand And Gold Copper, PT. Britis Petroleon, PT. LNG, dan
lain-lain berasal dari papua sebab dalam Program Perekrutan Tenaga Kerja
dalam perusahan-perusahan tersebut memberikan prioritas kepada masyarat pribumi
papua sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas buruh perusahan adalah orang
papua yang selanjutnya akan disebutkan sebagai Para Buruh Pribumi Papua.
Mayoritas buruh pribumi
papua yang berlatarbelakang pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menegah Atas (SMA) tentunya pada penempatannya mereka tidak
akan diposisikan sebagai staf dalam perusahan, belakangan ini memang telah
banyak pribumi papua tamatan Perguruan Tinggi namun untuk menempati posisi
strategis dalam perusahaan jumlahnya masih sedikit. Berdasarkan kondisi itu
maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas buruh pribumi papua ditempatkan pada
posisi-posisi pekerja keras dalam lubang tambang atau ditempat yang menentukan
keuntungan tertinggi perusahaan-perusahan itu.
Hasil keringat para buruh
perusahan tersebut dalam sehari kerja bisa menghidupi beberapa negara yang
memiliki saham pada perusahan dimaksud, Namun yang sangat disayangkannya adalah
jika ditanya berapa upah yang diterima sebenarnya masih dibawah rata-rata
terbukti dimana terkadang mereka tidak mampu membiayaai kebutuhan hidup
keluarga mereka diatas harga kebutuhan hidup di papua yang terbilang tinggi.
Sebagai contoh yang dapat diketengahkan disini adalah :
kondisi upah buruh PT.
Freepor Mc Morand And Gold Copper dimana buruh Warga Negara Indonesia mendapatkan
upah sebesar Rp. 3.450.000,00 – Rp. 5.450.000,00 sedangkan upah buruh Warga
Negara Asing diberikan dengan mata uang asing yang tentunya nominalnya lebih
tinggi dari buruh WNI, artinya ketimpangan pemberian upah yang sedang terjadi
dalamnya.
Upah buruh lapangan
diatas secara jumlah berbeda dengan Upah Karyawan Perusahan yang bekerja di
Departemen dimana yang didepartemen mendapatkan upah yang lebih sedangkan buruh
lapangan sedikit. Dengan upah buruh yang jumlahnya seperti yang disebutkan
diatas itu, jika diukur dengan biaya hidup di Papua yang sangat tinggi dimana :
harga
Beras rata per kilogram sebesar Rp.
15.000 apabila dikali 3 per hari maka julahnya Rp. 90.000, apabila kali satu
bulan maka jumlahnya Rp. 2.700.000.
itu
baru harga Beras jika dihitung lagi
dengan harga-harga kebutuhan pokok lainnya seperti Sayur, Lauk Pauk, Pakaian, Biaya Sekolah, dan lain
sebagainya maka tentunya biayanya sangat tinggi dan upah-upah yang diberikan
diatas yang jelas tidak memenuhi.
Dari kondisi itu dapat disimpulkan bahwa buruh perusahan
disana masih menerima upah murah diatas biaya hidup Papua yang sangat tinggi,
yang lebih parah lagi dimana para buruh itu tidak diperbolehkan cuti pada
waktu-waktu mendesak (keluarga meninggal, dll) selain itu para buruh ini tidak
diberikan tunjangan pensiuna apabila berhenti nanti padahal keuntungan yang
dihasilkan pertahun jumlahnya sangat gila-gilaan besarnya, satu hal yang para
buruh perusahan ini tidak menyadari adalah :
Keuntungan yang dihasilkan dengan
kerja keras mereka selama Siang dan Malam tanpa henti-hentinya itu, akan
digunakan oleh Amerika Serikta untuk mendanai Negara Kolonialis Indonesia untuk
membunuh Tete, bapak, Ibu, Adik, Tema, Istri, Anak, dan mungkin akan menimpa
buruh itu sendiri atau segenab Bangsa Papua.
Dalam kondisi itu secara
umum telah menunjukan bahwa para buruh pribumi papua mendapatkan dua bentuk
penindasan dan dua bentuk penghisapan yang terjadi atas diri mereka dan sanak
saudara, serta kekayaan alam mereka, dan lebih tinggi lagi adalah martabat
mereka sebagai Rakyat Bangsa Papua. Bentuk penindasan, dan penghisapan yang
dimaksudkan diatas sebagai berikut :
1.
Bentuk
Penghisapan
·
Secara umum Para Buruh Pribumi Papua
diekspolitasi / Kuras Tenaganya selama berjam-jam setiap hari dari tahun ke tahun
tanpa memandang persoalan buruh yang dialami, dan diperparah lagi karena para
buruh mendapatkan upah yang tidak layak tanpa kejelasan tunjangan hari tua
diatas penghasilan perusahaan yang perhari dapat meraup keuntungan hingga
mencapai miliaran dolar Amerika Serikat;
·
Secara umum kekayaan alam Warisan Milik Rakyat
Pribumi Papua (termasuk buruh pribumi papua) dieksploitasi oleh Perusahan Asing
dengan mengunakan Negara Kolonialisme Indonesia sebagai alat yang melindungi
pencurian / perampokan kekayaan alam secara terselubung karena yang dijadikan
buruh adalah Rakyat Pribumi Papua yang adalah pemilik tunggal seluruh kekayaan
alam diatas bumi papua .
2.
Bentuk
Penindasan
·
Para Buruh Pribumi Papua ditindas oleh Manajemen Perusahaan agar dapat bekerja
selama waktu yang telah ditetapkan, dan wajib menghasilkan hasil yang sesuai
dengan targetan yang telah ditentukan perusahan;
·
Para Buruh Pribumi Papua ditindas oleh Sistim Pemerintah Negara Kolonialis
Indonesia baik dilingkungan perusahaan dan diluar sehingga mereka tidak
diperbolehkan untuk mendirikan Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang Independen
sebagai wujud hak berpolitik para buruh, seperti yang terjadi jika para buruh
melakukan protes maka akan dikerahkan Aparat Keamanan untuk menghentikan aksi
protes yang sedang dilakukan yang terkadang berujung pada penahanan buruh, PHK,
dan bahkan penembakan lebih jauh lagi dicap sebagai Separatis, maker, teroris,
dan lain sebagainya
Penindasan dan
penghisapan terselubung yang sedang melilit para buruh Pribumi Papua atas
kekayaan alam bumi papua telah melahirkan sekian miliaran dolar Amerika Serikat
yang digunakan untuk membunuh dan menindas Rakyat Pribumi Papua, artinya
kehadiran Buruh Pribumi Papua dalam PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper, PT.
Britis Petroleon, PT. LNG Tanggul, dan lain sebagainya merupakan Faktor Utama :
“Penunjang Keuntungan
perusahan asing tersebut, penunjang kesejahteraan pemilik saham perusahaan
tersebut, penunjang peningkatan ekonomi negara Kapitalis Amerika Serikat dan
Negara Kolonialis Indonesia, penunjangan kesuksesan program kedua negara
dimanapun, dan penunjang peningkatan perekonomian dunia”.
Kekayaan alam yang
merupakan Warisan Rakyat Pribumi Papua menjadi dasar utama penunjang
segala-galanya bagi Negara Kapitalis Amerika Serikat dan sekaligus pendukung
tindakan Negara Kolonialis Indonesia di Tanah Papua. Kenyataan kepemilikan
emas, pekerja/buruh, pemilik perusahaan, dan Negara Kolinialis Indonesia yang
menjajah Tanah Papua telah menunjukan terbangunnya suatu Hubungan Produksi yang
timpang dimana Pemilik Emas ditindas segala Hak-Hak-nya baik Ekonomi, Social,
Budaya, Sipil, dan Politik yang selalu dihantui oleh Kekejaman Militerisme
Indonesia yang terjadi didepan mata, dan penciptaan kondisi seperti konflik
SARA sedangkan Negara Kapitalis Amerika Serikat hidup diatas kelimpahan yang
tak berkesudahan, sedang buruhnya masih hidup dibalik barak yang tidak
berlampu.
Diatas penindasan dan
penghisapan Manajemen Perusahan dan Sistim Pemerintahan Kolonialisme Indonesia
terhadap Buruh Pribumi Papua dan Rakyat Pribumi Papua pemilik kekayaan alam
tanah papua selanjutnya menjadi pemulusan bagi persediaan Dana Kebutuhan
Prajurit, Pembeliaan Peralatan Militer, dan Pelatihan Militer Negara
Kolonilalisme Indonesia untuk melakukan Tindakan Agresi Militer, Tindakan
Pelanggaran Terhadap Kemanusiaan, dan Tindakan Genocide atau pemusnahan Bangsa
Papua di Tanah Papua.
1 Mey secara
Internasional diseluruh negara-negara dirayakan sebagai Hari Buruh Internasional, pada tanggal tersebut juga meruapakan
hari bersejarah bagi Bangsa Papua karena pada tanggal 1 Mei 1963 Negara Kolonialisme
Indonesia mulai menguasai dan menindas Negara West Papua, Orang Papua, dan
Kekayaan Alam Papua sehingga momentum 1 Mei atau yang sering diistilahkan oleh
para buruh internasional sebagai Mey Dey
ini merupakan “Kunci Pokok Perubahan dan
Penyelamatan Bangsa Papua” jika Buruh Pribumi Papua dapat memanfaatkannya
dengan sempurna sebab kekuatan cengkraman Negara
Kolonialisme Indonesia serta ketertarikan Negara Kapitalis Amerika Serika atas Tanah Papua terletak pada Kekayaan
Alam Papua.
Di Hari Buruh
Internasional dan Di Hari Kehadiran Kolonialisme Atas Tanah Papua ini
diharapkan agar Para Buruh Pribumi di PT. Britis Petroleun, Para Buruh Pribumi
Papua di PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper (PT.FI), Para Buruh Pribumi
Papua di Perusahaan Kelapa Sawit, dan Para Buruh Pribumi Papua yang bekerja di
Perusahaan apapun yang sedang beroperasi di Tanah Papua wajib menyatukan sikap
untuk menuntut Penghentian Total atas
Penindasan dan Penghisapan yang sedang dilakukan oleh Perusahaan Asing dan Negara
Kolonialis Indonesia atas seluruh Rakyat Pribumi Papua dan Kekayaan Alam Papua.
Ingat bahwa keringat buruh pribumi papua pada seluruh perusahaan asing diatas
upah yang minim itu sudah, sedang, dan akan dijadikan Pendukung Utama Penindasan dan Penghisapan
Atas Orang Papua Dan Nasib Bangsa Papua.
Dengan demikian maka
seluruh Rakyat Bangsa Papua dan seluruh Buruh Pribumi Papua yang bekerja
diseluruh Perusahaan Asing di Tanah Papua, marilah kita bersatu dalam satu
pandangan dan nyatakan sikap bersama untuk membebaskan kita dan seluruh Generasi Penerus Bangsa Papua dari
jeratan Penindasan dan Penghisapan ini dengan tuntutan yang tegas tanpa
kompromi-kompromi (Dialog, Pemekaran,dll), sebagai berikut tuntutannya :
1.
Tutup Seluruh
Perusahaan Asing dari Tanah Papua (PT Freeport Mc Morand And Gold Copper, PT.
BP, dan lain sebagainya), dan
2.
Negara
Kolonialisme Indonesia segerah Menarik Seluruh Pemerintahannya serta Anggota
TNI/POLRI Baik Organik dan Non Organik dari Tanah Papua,
3.
Internasional
Segerah Berikan Ruang Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua (Self
Determinacion)”
“Kritikmu Adalah
Pelitaku”